Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan PT Filipina Antiviral Indonesia (FAI) tengah mengembangkan obat antivirus Covid-19. Obat ini tengah dalam pengembangan dan menunggu izin dari BPOM dan Komite Etik untuk dilakukan uji klinis. Rencananya obat anti virus Covid-19 ini ditargetkan akan siap dipasarkan pada 2022. Hal itu dikemukakan oleh Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni, Prof. Dr. Paripurna Sugarda, dalam keterangannya kepada wartawan secara virtual di sela kegiatan UGM-Industri Research Forum 2020, Rabu (2/12).
Paripurna menuturkan kerja sama pengembangan obat menggandeng FAI dimana perusahaan filantropi ini menyediakan pendanaan bagi peneliti UGM untuk mengembangkan obat untuk membantu penanggulangan pandemi Covid-19. “Kerja sama ini awalnya untuk mengembangan obat antiradang, namun juga dikembangkan untuk antivirus Covid-19 juga,” katanya.
Melalui kerja sama dengan mitra industri ini menurut Paripurna maka UGM nantinya tidak hanya memproduksi alat diagnosis Covid-19 berbasis antigen RI-GHA maupun GeNose yang mendeteksi Covid-19 dari embusan nafas, nantinya UGM akan memproduksi obat anti virus juga. ”Kita tidak hanya memproduksi alat deteksi positif Covid tapi juga bisa memproduksi vaksin juga bahkan kita bisa memproduksi obat Covid-19,”katanya.
Paripurna menjelaskan sejauh ini pengembangan obat antivirus Covid-19 ini masih menunggu izin penelitian dan uji klinis dari BPOM dan Komite Etik Penelitian dan Pengembangan. Apabila sudah mengantongi izin, pihaknya sudah menggandeng PT Kimia Farma untuk kerja sama dalam pengembangan lebih lanjut. “Untuk pengembangnya kita juga kerja sama dengan beberapa rumah sakit di Indonesia,” katanya.
Direktur Utama PT FAI, Mario Pacurso Marcos, menyampaikan ia menyambut baik terlaksananya kerja sama dengan pihak UGM ini dalam pengembangan obat untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Ia percaya bahwa UGM dengan kapasitas peneliti yang dimilikinya mampu menghasilkan obat anti inflamasi dan obat anti virus Covid-19 yang berstandar internasional. “Saya harap kerja sama ini mendorong peningkatan kapasitas SDM di Indonesia maupun Filipina,”katanya.
Jarir At Thobari,Ph.D., salah satu anggota tim peneliti dari FKKMK UGM, mengatakan pengembangan obat antiinflamasi dan antivirus sengaja dipilih dikarenakan di tanah air masih sedikit yang sudah mengembangkan. “Beberapa obat antiviral masih sangat sedikit diteliti dan diproduksi langsung,” katanya.
Hingga saat ini untuk penelitian dan pengembangan obat anti inflamasi dan antivirus ini bahan formula untuk pembuatan obatnya masih bergantung dari luar, namun ia optimis bahan baku obat ini nantinya sudah bisa sediakan dari tanah air setelah dikembangkan dan diproduksi sendiri. Adapun tahapan uji klinis akan mulai dilakukan pada tahun depan. “Awal tahun depan, kita sudah bisa melakukan proses (uji klinis) tersebut,” paparnya.
Penulis : Gusti Grehenson