Lobster menjadi isu menarik akhir-akhir ini. Isu di bidang perikanan ini lagi menjadi konsumsi hangat untuk diperbincangkan.
Menurut Dr. Ir. Alim Isnansetyo, M.Sc, dosen Departemen Perikanan Fakultas Pertanian UGM, isu soal lobster ini sebenarnya bukan barang baru saat ini, tetapi sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Hanya saja, menurutnya, isu benih lobster ini semakin membesar sejak menteri KKP Susi Pujiastuti, dan lebih-lebih saat menteri KKP dijabat oleh Edy Prabowo, yang kemudian mengeluarkan kebijakan membuka kran ekspor benih lobster.
“Pembukaan kran ekspor ini sebenarnya juga masih menimbulkan pro dan kontra. Isu menjadi lebih besar setelah OTT menteri Edy Prabowo oleh KPK berkaitan dengan ekspor benih lobster. Khalayakpun terkejut dan secara spontan mempertanyakan, setop atau tata ulang ekspor benih lobster ini?,” tuturnya, Rabu (2/12) di Kampus UGM.
Menurutnya, kebijakan lanjut atau setop ekspor benih lobster tidak mudah untuk dijawab dan tidak sesederhana untuk dilakukan. Soal lanjut atau tidak atas kebijakan tersebut, katanya, menyangkut banyak aspek multidimensi, mulai dari sosial, ekonomi hingga politik.
Juga terkait teknologi budi daya dan juga konflik kepentingan berbagai pemangku kepentingan, landasan dan penegakkan hukum, rantai pasok dan lain-lain. Meski begitu semuanya harus berpegang prinsip pada pemanfaatan sumber daya perikanan yang mempunyai tujuan utama untuk kesejahteraan rakyat.
“Kesejahteraan dalam hal ini tentu saja nelayan dan pembudidaya lobster. Meski begitu juga harus memperhatikan dan menjaga kelestarian sumber daya. Prinsipnya bisa memanfaatkan benih lobster yang melimpah di Indonesia itu sebagai anugerah Tuhan YME,” katanya.
Isnan mengakui ada silang pendapat di tengah masyarakat saat ini. Ada pihak-pihak yang yang menginginkan ekspor benih lobster harus dihentikan. Mereka berasumsi dengan berpijak pada pendapat lobster perlu dilundungi, dan dibiarkan untuk hidup di alam hingga ukuran tertentu untuk kemudian dapat ditangkap.
Sedangkan pendapat lain mengatakan ekspor benih lobster tetap harus berjalan dengan melalui tata ulang kelola ekspor. Sebab, memanfaatkan sumber daya lobster ini akan meningkatkan kesejahteraan nelayan/pelaku bisnis lobster dan meningkatkan pendapatan devisa.
“Lobster adalah sumber daya perikanan yang terbarukan, oleh karena itu perlu strategi agar pemanfaatan optimal dan lestari, ada baiknya dilakukan pengelolaan dengan cara -cara menciptakan kemandirian perikanan lobster di Indonesia,” terangnya.
Isnan menjelaskan kemandirian ini menyangkut tata kelola sumber daya, akuakutur lobster, baik pembenihan maupun pembesaran, serta kemandirian tata kelola sosial ekonomi berbasis bisnis lobster. Diakui atau tidak akuakultur lobster di Indonesia sangat tertinggal dengan akuakultur lobster di Vietnam karena praktisi dan peneliti di Indonesia tidak diberikan ruang untuk mengembangkan teknologi akuakultur lobster di beberapa tahun ini.
“Apabila lobster dipandang sebagai komoditas penting oleh pemerintah, seharusnya komoditas ini menjadi prioritas untuk diteliti sehingga dimasukkan dalam skema-skema penelitian prioritas nasional, bukan malah dihambat untuk diteliti seperti yang terjadi selama ini,” ucapnya.
Bahkan, katanya, jika perlu Indonesia belajar dari Vietnam dengan pola kerja sama dan alih teknologi sehingga teknologi akuakutur lobster cepat berkembang di Indonesia. Secara pararel dengan pengembangan teknologi akuakultur lobster tersebut, benih lobster dapat diespor dengan kuota yang ketat berdasarkan kajian ilmiah, dengan tetap mengedepankan kebutuhan benih lobster dalam negeri sesuai dengan perkembangan akuakultur lobster di Indonesia.
Penangkapan benih dan ekspor dengan kuota ketat ini harus dengan payung hukum yang jelas dan kuat, serta penegakkan hukum di semua lini, serta integritas semua pemangku kepentingan. BUMN perikanan dapat memberikan peran yang penting dalam hal tata niaga ekpor ini, bukan seperti saat ini banyak perusahaan swasta yang diberikan izin dan menimbulkan banyak konflik kepentingan.
“Pada dasarnya di masa mendatang akuakultur dengan berbagai macam spesies akan memberikan sumbangan yang melebihi hasil tangkap, seperti yang telah ditargetkan oleh FAO. Oleh karena itu, tumpuan produksi lobster di masa datang adalah akuakultur lobster yang ditunjang oleh pembenihan yang andal,” pungkasnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : News.Agribisnis.Asia