Bukan persoalan mudah melewati masa-masa sulit saat divonis positif Covid-19. Kegalauan pun dirasakan saat pertama kali mendengar informasi dirinya dinyatakan positif Covid-19.
Begitulah pengakuan Tomy Listyanto, S.Hut., M.Env.Sc . Ph.D, dosen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, saat berlangsung UGM Update bertema Cerita UGM Lawan Covid, Kamis (1/10).
“Tanggal 19 September 2020 saat mau ke kantor dapat info saya positif. Sempat shock, masih sempat menceritakan ini ke anak istri. Terus apa yang harus dilakukan, ya berdasar pengetahuan yang kita punya. Sempat dikontak Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, bahwa data sudah masuk Dinkes, kemudian diasesmen apakah boleh isolasi mandiri,” ujar Tomi.
Tomi terinfeksi Covid-19 dengan tanpa gejala. Selanjutnya rumahnya di asessment apakah cukup layak untuk dijadikan tempat isolasi mandiri. Melihat jumlah dan letak kamar, kamar mandi, persediaan makanan dan lain-lain pada akhirnya diizinkan isolasi mandiri selama 14 hari.
Ia pun kemudian menuruti saran istri agar terbuka soal ini. Ia pun secara terbuka menulis di WhatsAap melapor kepada Dekan dan Wakil Dekan bidang Sumber Daya Manusia Fakultas Kehutanan UGM.
“Juga pada WA grup dosen bahwa saya sehabis bertugas dari Jawa Timur, karenanya mohon yang pernah berhubungan untuk instrospeksi, siapa tahu, dan saya pun terbuka pada RT dan warga. Disinilah justru dengan keterbukaan, setiap hari di rumah ada cantelan bahan makanan di pagar rumah,” katanya.
Dengan keterbukaan, Tomi menandaskan, justru banyak saran masuk melalui WA terutama dari kalangan kolega. Ia mengaku menerima banyak WA dan telepon yang memberi saran yang menyemangati.
Meski pernah terkena Demam Berdarah, Tomi mengaku pengalaman penyembuhan DB ia bawa untuk pemulihan kondisi akibat Covid-19. Saat terkena DB minum sari angkak, beras merah, ia juga lakukan saat positif covid untuk meningkatkan stamina.
“Pada saat itu kok berhasil, lantas minum itu lagi ditambah vitamin dan madu hitam, kebetulan juga saya suka air panas sehingga otomatis sehari minum 2 liter air panas,” katanya.
Setelah dinyatakan positif Covid-19, Tomi mengaku berusaha membangun psikologi. Apalagi setelah ia membaca berita-berita kurang baik terkait virus ini.
“Saya terus menyemangati diri sendiri. Alhamdullilah istri dan anak mendukung walaupun berjauhan karena beda kamar. Saya di kamar belakang, kalau siang saya lebih banyak di luar kamar dan pagi minum vitamin seperti yang disarankan. Saya suka nanam bunga. Jadi, pagi berjemur sambil merawat bunga, rutinitas biasanya kemudian olah raga 30 menit,” ucapnya.
dr. Jimmy Lihartanadi, residen interna di RSUP Dr. Sardjito, menuturkan Covid-19 memiliki variasi yang cukup banyak. Sepertinya tidak bergejala, tetapi saat di rapid atau swab pcr hasilnya positif.
“Itu banyak ditemukan di RSUP Dr. Sardjito yang kami layani sehingga aktivitas-aktivitas yang kami lakukan di RS harus mengikuti protokol,” ucapnya.
Jimmi bercerita bagaimana pelayanan-pelayanan yang dilakukan di rumah sakit sehari-hari harus memenuhi kaidah-kaidah protokol kesehatan. Itu dilakukan selain untuk menjaga keselamatan diri sendiri, juga keselamatan pasien.
“Rasa was-was itu pasti, sangat manusiawi sekali. Justru akan aneh sekali kalau tidak was-was karena berita soal Covid-19 ini kan ada di semua media. Informasi begitu cepat tersebar, pada awalnya RSUP Dr. Sardjito sebagai rujukan utama Covid-19. Khawatir itu jelas, bagaimana ya kalau kita kena, padahal awal-awal itu kalau terkena stigma yang terbentuk sangat negatif, karena itu was-was dan hati-hati betul jangan sampai terkena,” ujarnya.
Dr. dr. Rustamadji, M.Kes, selaku Ketua Satgas Covid-19 UGM menyatakan pada awal-awal masa pandemi Covid-19 dilakukan sosialisasi, baik dengan memberikan contoh maupun melalui papan informasi, banner dan lain-lain. Selain itu, Satgas Covid-19 UGM juga melakukan rapid-tes.
“Memang seperti pengalaman mas Tomi, seringkali yang terjadi rapid negatif, swab positif, sebab proses antibodi tidak serta merta muncul. Ini yang menjadi kontroversi panjang, kita berusaha untuk itu, dengan rapid sebenarnya mengandung pemberitahuan kita harus waspada,” katanya.
Menurut Rustamadji yang dikhawatirkan saat ini terkait mahasiswa baru UGM. Sebab, mereka baru saja lulus dari SMA masih bersemangat berkumpul dan bercerita.
“Jika mereka datang ke Jogja sedang kondisi Covid-19 masih seperti ini maka harus dipersiapkan dengan baik supaya adaptasi kebiasaan ini bisa jalan. Kenapa demikian, karena belum lama saat membagikan jaket almamater yang mahasiswa baru S1. Setelah menerima kan maunya drive thrue trus pulang, ternyata mereka kumpul dulu, pakai jaket bersama lalu foto-foto tanpa masker, sehingga mohon dukungan agar jangan sampai UGM nantinya menjadi klaster,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho