Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG (K)., Ph.D., mengatakan bahwa UGM tetap berkomitmen untuk menerapkan besaran Uang Kuliah Tunggal yang berkeadilan lewat subsidi silang dimana setiap mahasiswa membayar uang kuliah secara proporsional. “Setiap mahasiswa yang masuk di UGM memang diharuskan membayar secara proporsional. Data yang ada menunjukkan bahwa 30% mahasiswa dari keluarga mampu memberikan subsidi kepada mahasiswa dari keluarga tidak mampu, dan ini merupakan bentuk keadilan,” ujar Ova kepada wartawan Jumat (31/5), usai melakukan dialog dan diskusi dengan mahasiswa yang melakukan aksi dan penyampaian aspirasi di Balairung.
Rektor menegaskan bahwa UGM secara resmi sepakat tidak menaikkan UKT pasca keluarnya surat Dirjen Diktiristek nomor: 0511/E/PR.07.04/2024 perihal Pembatalan Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) Tahun Akademik 2024/2025.
Ova menanggapi soal Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU) yang diterapkan UGM sejak tahun lalu yang sekarang berganti dengan IPI sebetulnya memberikan peluang bagi keluarga mampu untuk berkontribusi pada pendidikan di UGM agar misi mencerdaskan anak bangsa tetap tercapai. “Sumbangan tersebut sifatnya terukur. Kita berlakukan setelah mahasiswa masuk, bukan syarat untuk diterima. Kalau memang masuk kriteria unggul, akan memberikan sumbangan yang cukup rendah dibandingkan universitas lain. Untuk kluster sosial humaniora sebesar 20 juta sedangkan kluster saintek sebesar 30 juta,” ungkapnya.
Soal penentuan besaran UKT yang berbeda di setiap mahasiswa, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan, Prof. Dr. Supriyadi, menerangkan terdapat banyak variabel yang digunakan untuk menetapkan UKT, seperti jumlah pendapatan orang tua, laporan SPT Tahunan, penggunaan daya listrik, jumlah tanggungan orang tua, serta ada tidaknya data kualitatif yang menunjukkan calon mahasiswa pernah menerima KIP saat SMP dan SMA.
Dari data tersebut, pihak UGM selanjutnya UGM melakukan penyesuaian agar mahasiswa bisa berada di level UKT yang tepat. Selain itu, Iuran Pengembangan Institusi (IPI) hanya diberikan ke calon mahasiswa dari seleksi jalur mandiri. “Itu pun hanya sejumlah 35% dari jumlah mahasiswa yang berada di UKT Unggul,” jelasnya.
Supriyadi menegaskan UGM selalu berkomitmen agar setiap mahasiswa yang diterima di UGM jangan sampai tidak bisa kuliah karena soal biaya. Oleh karena itu, pihaknya melalui Direktorat Kemahasiswaan kontak dengan mahasiswa yang belum melakukan registrasi. Bahkan jika kemampuan penghasilan orang tua berubah saat anaknya masih kuliah dengan alasan pensiun, sakit, atau meninggal, mahasiswa bisa mengajukan penyesuaian. “Kami akan melakukan verifikasi dan validasi, kalau datanya benar akan kami bantu,” ungkap Supriyadi.
Ia menambahkan, data realisasi subsidi UKT pada tahun lalu menunjukkan 64% mahasiswa mendapatkan subsidi dan sebagian dari dana SSPU dialokasikan untuk beasiswa. Ia memastikan jumlah itu akan relatif konsisten setiap tahun.
Menanggapi keberadaan mahasiswa yang menyuarakan aspirasi di halaman Balairung selama empat hari terakhir, Sekretaris Universitas, Dr. Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu, S.H., LL.M., menyampaikan bahwa UGM akan terus memberikan ruang ekspresi kepada mahasiswa untuk memudahkan dialog dengan universitas. “Dinamika yang terjadi saat ini sebagai wahana pembelajaran bagi mahasiswa di pendidikan tinggi,” katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait dampak bagi UGM pasca dibatalkannya kenaikan UKT dan IPI pada PTN dan PTNBH oleh Mendikbudristek RI, Sandi mengatakan UGM menjadi bagian dari perguruan tinggi negeri, sehingga ketika ada keputusan dari pemerintah, akan tetap diikuti meskipun secara teknis menyulitkan bagi UGM.
Sementara Dekan Sekolah Vokasi, Prof. Dr.-ing. Ir. Agus Maryono, IPM. ASEAN Eng., menuturkan Sekolah Vokasi dalam penetapan UKT bagi mahasiswa dilakukan dengan sangat hati-hati. Sebab sebelum ditetapkan, masing-masing Kepala Program Studi menilai dan menganalisis seluruh data-data profil keluarga calon mahasiswa baru didampingi oleh tim advokasi dan verifikasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Vokasi. “Jika ada mahasiswa masih keberatan dengan ketetapan UKT, mereka masih bisa mengajukan banding,” pungkasnya.
Penulis: Triya Andriyani
Editor: Gusti Grehenson