Bunuh diri masih menjadi salah satu permasalahan dunia, termasuk Indonesia. Di dunia setiap tahunnya 800.000 orang meninggal akibat bunuh diri.
Guru Besar Psikologi Klinis UGM, Prof. Sofia Retnowati, menyebutkan bunuh diri dapat dicegah. Kepedulian orang terdekat, keluarga, teman, serta lingkungan masyarakat akan menyelamatkan kehidupan seseorang yang memiliki niat bunuh diri.
“Dengan menunjukkan empati, kepedulian, dan dukungan pada Orang dengan Kecenderungan Bunuh Diri (OKBD) bisa mencegah bunuh diri. Berbicara dengan OKDB tentang apa yang mereka pikirkan dan rasakan dapat sangat membantu mereka untuk tetap bertahan,” papar Sofia saat dihubungi Rabu (9/9) menyongsong peringatan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia yang jatuh setiap tanggal 10 September.
Faktor Pemicu
Sofia menjelaskan terdapat beragam faktor yang memicu seseorang untuk bunuh diri seperti faktor psikologis, sosial, biologis, serta kultural. Misalnya, keadaan sosial ekonomi yang tidak baik, usia lanjut, memiliki penyakit kronis, depresi, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, tingkat religiusitas rendah dan lainnya.
“Mengalami kejadian yang tidak menyenangkan seperti putus cinta, perceraian, KDRT, bulliying, pelecehan seksual juga menjadi faktor-faktor risiko bunuh diri,”imbuh dosen Fakultas Psikologi UGM ini.
Kenali Tanda
Ia menyebutkan sebelum melakukan bunuh diri, kebanyakan OKBD akan menunjukkan sejumlah perubahan dalam perilakunya baik berupa verbal maupun non verbal. Kondisi tersebut dapat disebut sebagai tanda-tanda awal bunuh diri. Sejumlah tanda awal bunuh diri yang paling umum atau sering muncul diantaranya mengungkapkan pada orang terdekat ingin bunuh diri, melukai diri sendiri, mengancam akan bunuh diri, selalu bicara putus asa akan hidupnya, menganggap dirinya sebagai beban orang lain, menarik diri dari lingkungan, selalu berbicara atau menulis tentang kematian, merasa kesepian dan terkucilkan, menunjukkan kecemasan yang tinggi, merasakan kekesalan terhadap diri sendiri yang kuat dan lainnya.
Selain itu, terdapat tanda-tanda sekunder pada orang yang berniat bunuh diri. Salah satunya adanya gangguan tidur. Lalu, merindukan orang terdekat yan sudah meninggal, memiliki keinginan menghilang, mengatakan “waktunya telah tiba” atau “inilah waktunya untuk beristirahat”, dengan sengaja menghentikan konsumsi obat medis, perasaan bersalah yang kuat, nafsu makan berkurang drastis, dan menyiapkan perlengkapan kematian sendiri.
“Posting yang tidak biasa di medsos misalnya mengubah gambar profil dengan sesuatu yang terkait dengan bunuh diri dan simbol kematian, status meresahkan, dan mendeaktivasikan akun,”jelasnya.
Dengan mengenali tanda-tanda awal bunuh diri, Sofia berharap masyarakat segera tanggap dan menunjukkan kepedulian serta membuka komunikasi dengan orang yang berniat bunuh diri. Dengan begitu diharapkan bisa mencegah tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh pelaku.
Jangan Anggap Remeh
Ia meminta masyarakat untuk tidak menganggap remeh jika ada orang yang mengungkapkan ingin bunuh diri. Orang yang berbicara tentang bunuh diri berada dalam kondisi putus asa yang sebenarnya membutuhkan bantuan.
“Jangan diabaikan dan dianggap remeh hanya sebagai bentuk mencari perhatian. Ketika ada orang yang bicara ingin bunuh diri jangan ditinggalkan, tapi langsung dampingi dan tunjukkan bahwa masih ada orang-orang yang peduli terhadapnya,” tegasnya.
Ketika melakukan pendekatan pada OKBD, keluarga maupun masyarakat diharapkan tidak menunjukkan rasa khawatir secara berlebihan. Sebab, kondisi itu justru akan membuat mereka merasakan hanya sebagai beban bagi kita. Lalu, hindari banyak menasehati, cukup menjadi pendengar yang baik. Kemudian pastikan yang bersangkutan berada pada kondisi yang aman dan nyaman serta jauhkan barang-barang yang bisa mengancam keselamatan.
“Keluarga, teman, dan lingkungan harus lebih peduli. Jika mengalami kesulitan segera bantu cari pertolongan pada tenaga profesional,”terangnya.
Penulis: Ika
Foto: Shutterstock.com
Foto: Shutterstock.com