Menjadi penyandang disabilitas tak menciutkan semangat Akhlaqul Imam (18). Meski memiliki gangguan mata berupa low vision (disabilitas netra), asanya meraih mimpi tak sekalipun mengendur. Bahkan, ia berhasil membuktikan pada orang-orang di sekitarnya, penyandang disabilitas mampu menuai sederet prestasi.
Saat ini Alumnus SMA N 2 Payakumbuh, Sumatera Barat ini berhasil diterima kuliah di UGM, tepatnya Departemen Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM melalui jalur Penelusuran Bibit Unggul Berprestasi (PBUB) pada tahun ajaran 2020/2021 ini. Beragam prestasi di tingkat nasional hingga internasional berhasil dikantonginya walaupun dengan kondisi keterbatasan fisik. Beberapa diantaranya yaitu peringkat 2 disabilitas berprestasi tingkat nasional (2019), meraih medali perunggu Olimpiade Geografi Nasional UGM(2019), terbaik 3 Parlemen Remaja DPR RI (2018), 1 medali emas dan 2 perunggu Global IT Challange for Youth with Disabilities (2017), medali perak Jambore TIK Penyandang Disabilitas (2017), medali perak Olimpiade Sains Nasional Bidang IPS (2016). Sementara itu, predikat juara kelas tak pernah lepas dari tangannya sejak bangku SD hingga SMA.
Imam, begitu biasa ia disapa bercerita bahwa ia telah menyandang low vision sejak masih bayi. Terlahir prematur di usia kandungan 6 bulan 10 hari menjadikan pertumbuhan tidak sempurna pada retina pembuluh darah sehingga terjadi gangguan mata Retinopati Prematuritas (ROP). Selain itu, juga karena terpajan oksigen tinggi saat berada di inkubator.
“Karena lahir prematur dan juga di inkubator selama 50 hari dampaknya ke mata. Dengan kondisi ini menjadikan jarak pandang maksimal 1,5 meter dan jarak baca 5 cm,”jelasnya saat dihubungi Senin (7/9).
Untuk memaksimalkan fungsi matanya, Imam hingga kini masih rutin melakukan chek up dan konsultasi pada dokter spesialis mata di Jakarta. Sementara untuk membantu dalam beraktivitas setiap harinya Imam menggunakan alat bantu seperti kaca pembesar, teropong dan memakai kaca mata silinder.
“Mulai SMP sudah bisa adaptasi sata baca buka tidak lagi pakai kaca pembesar. Jadi, hanya pakai teropong untuk melihat tulisan di papan tulis dan kalau sekarang pakai handphone lalu zoom,”ungkapnya.
Walapun kondisinya berbeda dengan anak-anak pada umumnya, ia tidak merasa minder. Bahkan, dia berhasil menamatkan pendidikan dari sekolah dasar hingga menengah atas di sekolah umum serta aktif mengikuti berbagai kompetisi. Hal itu tak lepas dari dukungan kedua orang tuanya yang dengan sabar dan terus memotivasi menjadikannya selalu bersemangat dan berpikir positif dalam menjalani kehidupan. Demikian juga dengan orang sekitar, guru, dan teman-teman.
“Kalau lingkungan tidak pernah ada diskriminasi, tapi diri sendiri masih ada perasaan beda, terutama soal mobilitas. Susah jika diminta mengerjakan tugas dengan cepat karena tidak memungkinkan membaca cepat,” katanya.
Imam menyadari terlahir dengan kondisi yang berbeda. Namun, keadaan itu tidak menciutkan nyalinya. Ia yakin memiliki kesempatan yang sama di luar sana untuk meraih kesuksesan.
“Jangan jadikan keterbatasan jadi penghalang dan membuat kita hanya fokus meratapi keterbatasan itu. Selalu berpikiran positif dan yakinlah dari kekurangan pasti ada kelebihan yang menyertai di baliknya,”ucap Imam.
Selepas lulus sarjana ia ingin mengambi master di luar negeri, salah satunya di Turki. Ia memiliki impian ingin menjadi akademisi nantinya sehingga perlu untuk mengambil studi lanjut.
“Pengen jadi akademisi, tapi ada juga keinginan kerja di institusi atau jadi wirausaha. Masih belum begitu mengerucut sih, tergantung peluang gimana besok,”sebutnya.
Imam merupakan putera tunggal pasangan Yasril (62) dan Erlis Idris (59) yang saat ini tinggal di Padang Laweh, Batu Payuang, Lareh Sago Halaban, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Sang ayah berprofesi sebagai karyawan swasta dan ibunya merupakan guru SMA. Yusril menyampaikan bahwa Imam merupakan putera satu-satunya yang terlahir setelah penantian yang panjang lebih dari 11 tahun lamanya.
“Jadi, Imam itu anak ke-7 setelah 6 kali mamanya keguguran. Gembira setelah lebih dari 11 tahun akhirnya bisa memiliki anak,”tuturnya
Yusril mengatakan karena lahir prematur menjadikan putranya mengalami gangguan pada pengelihatan. Kendati begitu ia tetap bersyukur dan ikhlas dengan kondisi puteranya.
“Saya yakin ini sudah yang terbaik diberikan oleh Allah pada keluarga kami,”jelasnya.
Ia dan sang isteri selalu mendukung dan memotivasi Imam agar bisa percaya diri untuk bergaul di masyarakat meskipun dengan kondisi berkebutuhan khusus. Ia selalu menekankan pada puteranya agar tidak mudah putus asa dan selalu bersyukur serta tidak melupakan Tuhan. Lalu bisa mengontrol diri dan memiliki ilmu untuk menghadapi segala sesuatu.
“Sejak kecil saya tekankan agar percaya diri, keterbatasan itu bukan jadi penghalang,”katanya.
Yusril mengungkapkan sedari kecil Imam sering mengikuti berbagai perlombaan baik di kampung maupun sekolah. Memang tidak selalu menang, tapi dari kegagalan itu ia meminta puteranya untuk melihat kegagalan sebagai cemeti untuk lebih baik kedepannya.
“Alhamdulilah Imam bisa berpretasi. Selain itu, juga berhasil menghafalkan Al-Quran hingga 30 juz pada 18 Oktober 2019 lalu,” ungkapnya penuh kegembiraan.
Yusril menyampaikan hingga saat ini Imam juga telah berhasil mendirikan 3 pondok tahfidz untuk penghafal Al- Quran di daerah Payakumbuh dan 1 pondok tahfidz di Pasaman Barat dengan hampir 300 santri. Pendirian pondok tahfidz tersebut dibantu oleh kerabat serta guru. Selain mengajar di pondok tahfidz, di sela kesibukan sebagai pelajar Imam juga kerap diundang menjadi pembicara dalam berbagai kegiatan maupun kelas-kelas motivasi.
Saat disinggung terkait keberhasilan Imam masuk UGM, Yusril mengaku senang dan bersyukur atas pencapaian itu. Ia sempat merasa khawatir nantinya akan terpisah jauh dengan puteranya.
“Sempat khawatir juga dengan keadaan sekarang, tapi kembali lagi saya serahkan pada Allah. Semoga Imam nantinya Imam lancar kuliahnya dan mudah-mudahan apa yang dicita-citakan bisa berhasil,”paparnya.
Penulis: Ika