Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM bekerja sama dengan Word Mosquito Program (WMP), Yayasan Tahija dan Pemerintah Kota Yogyakarta melakukan kegiatan bersama Sains Untuk Kemanusiaan berupa Rencana Perluasan Manfaat Nyamuk ber-Wolbachia di Kota Yogyakarta. Kegiatan ini dilakukan mengingat pengembangbiakan dan penyebaran nyamuk ber-Wolbachia di Kota Yogyakarta diklaim mampu menekan kasus penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) cukup drastis.
Seremoni Perluasan Manfaat Nyamuk ber-Wolbachia berlangsung di Kelurahan Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta, Rabu (2/9) dihadiri Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Purwadi. Seremoni secara online yang dipandu Den Baguse Ngarso ini juga dihadiri Direktur Regional WMP Asia, Dr. Claudia Surjadjaja, Ketua Yayasan Tahija, Trihadi Saptoadi dan dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D.
Riris Andono Ahmad menyebut dari penelitian yang dilakukan menunjukkan nyamuk ber-Wolbachia efektif menurunkan 77 persen kejadian demam berdarah di daerah intervensi, dibandingkan dengan daerah pembanding. Penelitian ini dilakukan Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM sejak 2017 silam.
Penelitian dilakukan dengan cara melepaskan nyamuk Aedes Aegypti yang sudah terinfeksi bakteri Wolbachia dalam skala besar di Kota Yogyakarta. Penelitian dilakukan di daerah intervensi dibandingkan dengan daerah pembanding.
“Jadi, Yogyakarta dulu itu dibagi 24 klaster, 12 wilayah dibagi Wolbachia, 12 tidak diberi,” katanya.
Menurutnya, bakteri Wolbachia memiliki kemampuan mengendalikan replikasi virus dengue. Karenanya di saat nyamuk menghisap darah yang mengandung virus dengue maka virus tidak bisa mereplikasi di dalam tubuh nyamuk.
“Implikasinya virus dengue tak dapat ditularkan ke orang lain. Disamping itu, bakteri Wolbachia menurun ke generasi berikutnya,” jelasnya.
Ia menambahkan sudah ada 12 kecamatan di Yogyakarta yang disebar nyamuk ber-Wolbachia. Dengan kegiatan itu maka bertambah lagi 2 kecamatan untuk program eliminasi Aedes aegypti.
“Kemungkinan nantinya kita juga akan melakukan di Sleman,” tambahnya.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, menyebut kejadian DBD di Kota Yogyakarta pada 2016 silam mencapai 1.700-an kasus. Pasca kegiatan pengendalian DBD dengan metode Wolbachia bersama Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) dan Yayasan Tahija Jakarta kasus menurun dramatis.
“Tahun kemarin hanya tinggal sekitar 200-300an, jadi turunnya drastis. Harapan kami memang kalau nanti semua wilayah di Kota Yogyakarta sudah ber-Wolbachia semua nyamuknya, Insyaallah semakin rendah (DBD),” harapnya.
Meski dengan menggunakan teknologi Wolbachia mampu menurunkan angka kasus DBD, kata Heroe, warga harus tetap menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat, dan secara rutin menjalankan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) agar terbebas dari DBD dan penyakit lainnya.
Ketua Yayasan Tahija, Trihadi Saptoadi, menyampaikan rasa bangganya dan sangat bersyukur atas keberhasilan penelitian RCT.
“Ini semua dapat terwujud atas dukungan yang luar biasa dari para pemangku kepentingan dan utamanya partisipasi masyarakat Kota Jogja,” katanya.
Ia menambahkan sebagai bagian tanggung jawab etis dan moral maka secepatnya pelepasan nyamuk harus dilakukan di wilayah pembanding, tentu setelah berkonsultasi dan disetujui oleh semua pihak. Pihaknya berharap penurunan yang signifikan juga akan dialami oleh wilayah ini nantinya.
Direktur Regional WMP Asia, Claudia Surjadjaja, menyampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization-WHO) pada 2019 menyatakan bahwa DBD merupakan 1 dari 10 ancaman kesehatan di dunia karena tidak adanya intervensi yang efektif. Sedangkan pada tahun 2012 lalu WHO menargetkan pengurangan kematian karena DBD sebesar 50 persen dan pengurangan kesakitan DBD 25 persen pada tahun 2020.
“Target ini sulit dicapai karena tidak adanya vaksin yang digunakan secara luas dan pengendalian demam berdarah yang efektif,” katanya.
Menurutnya, inovasi yang dikembangkan oleh World Mosquito Program (WMP) selama ini diharapkan bisa berkontribusi dalam pencapaian target pengurangan kematian dan kesakitan karena demam berdarah tersebut.
“Saat ini WMP beroperasi di 12 negara, yaitu Indonesia, India, Srilanka, Vietnam, Brazil, Colombia, Mexico, Australia, Fiji, Vanuatu, Kiribati, dan New Caledonia. Ke depan, kami akan terus mengembangkan kerjasama dengan pemerintah dan masyarakat khususnya di daerah endemik DBD, untuk bersama-sama melawan DBD,” tambah Claudia.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : WowKeren.com