Center for Life-Span Development (CLSD) Fakultas Psikologi UGM menggelar webinar bertajuk “Children’s Voice Well-Being for All : Building Student Well-Being through Child-Led Initiatives” pada Rabu (31/1). Dalam webinar ini dipaparkan hasil penelitian mengenai Photovoice. Photovoice sendiri merupakan suatu metode untuk memotret dan membagikan perspektif melalui sebuah kamera.
Adalah Elga Andriana, S.Psi, M.Ed, Ph.D, yang memimpin proyek penelitian yang memiliki judul “Our (photo)Voice: Children and Young People’s Joint Action Research on Student Well-being for All” . Hasil penelitian Elga, dkk. berhasil menyabet juara pada ajang 2022 SEAMO – Australia Education Link Award.
Wakil Direktur SEAMO, John Arnold Siena, hadir dalam webinar tersebut untuk memberikan sambutan. “Kami percaya bahwa perspektif siswa yang melibatkan dukungan guru dan orang tua sangat penting untuk mempromosikan kesejahteraan psikologis di sekolah, salah satu caranya melalui metode photovoice yang melibatkan para siswa,” ujarnya.
Ayun Septa Wibawa, presenter pertama pada webinar ini, merupakan peneliti muda dari SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta. Ayun melalui tiga tahapan sebelum melaksanakan aksi perubahan. Ia memulai dari memotret gambar yang membuatnya merasa sedih dan bahagia ketika di sekolah, mendiskusikan hasil foto bersama mentor, lalu mempresentasikannya di depan para guru.
“Photovoice yang kami presentasikan berhasil menyita atensi para guru untuk mengadakan dua aksi perubahan, pelatihan anggota OSIS baru dan psikoedukasi pencegahan sekaligus penanganan kasus pelecehan seksual,” ujar Ayun.
Berkenaan dengan hal tersebut Elga menanggapi, “Memberikan ruang bersuara kepada siswa berhasil mendorong segenap stakeholder sekolah untuk memberikan feedback positif yang bermanfaat bagi kesejahteraan psikologis siswa.”
Presentasi kedua dipaparkan oleh tiga anak Rimba dari Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi, Melandai, Nanju, dan Becenteng. Mereka menggunakan objek pengambilan foto berupa lingkungan di sekitar mereka tinggal. Melandai memotret lingkungan yang kotor, sementara Bedugo dan Gading memotret sungai dan hutan yang bersih. Mereka menargetkan untuk mengubah lingkungan kotor menjadi bersih.
Menanggapi hal tersebut, Yohana Marpaung, M.A. menjelaskan, “Pasca Covid-19, sampah di lingkungan anak rimba meningkat pesat. Awalnya hanya sampah organik, namun semakin lama sampah anorganik juga ikut meningkat. Akibatnya, masyarakat sekitar banyak yang menderita penyakit demam berdarah dan influenza.” Ia juga menambahkan bahwa dengan dilatarbelakangi hasil photovoice para anak rimba, aksi perubahan ini dilakukan dengan cara pembakaran sampah, pemanfaatan barang-barang bekas, dan penghijauan lingkungan.
Pemaparan terakhir disampaikan oleh Dilbert Timothy Tansania, siswa di St. Mary Assumpta Junior High School Kupang. “Empat tema besar hasil photovoice yang menjadi perhatian saya berkenaan dengan perundungan, teman sebaya sebagai support system, dan hubungan siswa reguler dengan siswa berkebutuhan khusus,” ujarnya.
Pada sesi terakhir, Indra Yohanes Kiling, Ph.D., memberikan tanggapan mengenai pemaparan tersebut. Ia mengatakan bahwa photovoice mengandung inisiatif dan refleksi siswa dalam menggarisbawahi isu yang tengah terjadi di lingkungan sekolah. “Photovoice bukan sekedar menjadi hasil karya yang dipamerkan, namun dapat mempengaruhi seluruh stakeholder untuk mengatasi segala isu yang terjadi sehingga semakin meningkatkan kesejahteraan psikologis di lingkungan sekolah,” imbuhnya.
Dengan diadakannya webinar ini, CLSD UGM dapat membantu peningkatan kesehatan serta kesejahteraan psikologis. Webinar ini bertujuan untuk memaparkan hasil aksi para peneliti anak dari Yogyakarta, Jambi, dan Kupang mengenai isu kesejahteraan psikologis di sekolah. Lantaran isu ini masih sangat penting dan krusial untuk diperhatikan saat ini.
Penulis: Relung