Tidak banyak orang yang memiliki keberanian untuk mengambil risiko dan memulai usaha dari nol. Namun, bagi Wahyuningtyas Sri Banardani, pemilik Omah Kreashe Banardani, tantangan tersebut justru memacu semangat dan kreativitasnya. Sebagai seorang wirausahawan inspiratif di bidang fesyen, khususnya batik dari bahan daur ulang, Tyas telah menunjukkan bahwa dengan kerja keras, inovasi, dan tekad yang kuat, seseorang dapat membangun bisnis yang sukses.
Alumnus Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada ini memiliki kecintaan terhadap dunia fashion sejak kecil. Ia sering bermain dengan boneka kertas dan membuat baju-baju untuk bonekanya. Kecintaan ini terus berlanjut hingga dewasa, meskipun sempat tersesat dalam pilihan jurusan kuliah karena arahan orang tua.
Setelah lulus, Tyas sempat bekerja di berbagai bidang, termasuk sebagai guru SD. Namun, ia memutuskan untuk pulang ke Jogja dan mulai belajar menjahit di Balai Lembaga Kerja dan Pengembangan Produktivitas (BLKPP) DIY pada tahun 2016. Belajar dari nol, Tyas tidak langsung percaya diri menerima pesanan. Namun, dukungan dan restu dari ibunya yang perfeksionis memberikan dorongan besar untuk terus belajar dan meningkatkan keterampilan.
Tahun 2019 adalah titik balik bagi Tyas. Ia mulai menerima pesanan masker dari kain shibori ecoprint yang dibuatnya sendiri saat masa pandemi. Berangkat dari sana, ia terus mengasah keterampilan tata busananya. Bahkan, Tyas mengikuti berbagai pelatihan fashion designer hingga akhirnya terpilih sebagai salah satu desainer yang menampilkan karyanya di Jogja Fashion Parade.
Kepedulian Tyas dengan lingkungan membuatnya menggunakan bahan-bahan alami dan limbah untuk menciptakan karyanya. “Dengan tagline “Peluk Bumi Cintai Negeri,” saya mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam memilih pakaian dan mengurangi limbah tekstil. Kain yang saya gunakan sering kali berasal dari serat alam yang mudah diurai. Selain itu, saya menggunakan pola zero waste untuk menghindari sisa potongan kain,” ungkapnya.
Omah Kreashe Banardani, sebuah platform yang didirikan oleh Tyas memberikan lapangan pekerjaan bagi siapapun dan dari rumah masing-masing untuk ikut memproduksi produk fesyen. Produk yang dihasilkan melalui proses slow production dan hasil tangan yang akan membuat produk terkesan lebih spesial. Berawal dari produksi shibori ecoprint, Omah Kreashe kali ini telah menjadi wadah pelestarian seni dan busana tradisional yang meluas hingga luar pulau.
“Saya menjadikan Omah Kreashe sebagai wadah seni holistik dan edukasi. Seni holistik karena produk kami berhubungan dengan alam dan sosial, dan edukasi karena kami mengedukasi untuk menggunakan bahan alami dan proses zero waste,” ujar Tyas.
Meskipun masih terbilang baru di dunia fesyen, karya-karya Tyas telah diakui dan mendapat tempat di berbagai ajang fesyen bergengsi. Keberhasilannya ini tidak lepas dari kerja keras, dedikasi, semangatnya untuk terus belajar dan berinovasi, dan restu dari orang tua.
Kisah luar biasa dari Tyas dapat menginspirasi masyarakat untuk terus menekuni bidang masing-masing. Tyas menciptakan dan mengembangkan lapangan pekerjaan dan dukungan sosial untuk semua kalangan seperti yang tercantum dalam SDGs 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. Tyas juga berkontribusi dalam mewujudkan pilar SDGs: Pembangunan Lingkungan dengan produknya yang ramah lingkungan.