Mahkamah Konstitusi (MK) RI belum lama ini mengabulkan sebagian uji materi terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Putusan ini disinyalir memberi dampak pada peningkatan kesejahteraan buruh karena upah minimum sektoral memiliki jumlah dan nilai yang lebih tinggi, baik dari Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) maupun Upah Minimum Provinsi (UMP).
Guru Besar Bidang Hukum Ketenagakerjaan, Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Ari Hernawan, S.H., M.Hum., menilai putusan MK ini berpotensi dapat meningkatkan kesejahteraan para buruh. Salah satu keputusan yang disorot oleh masyarakat dan buruh adalah putusan terkait upah minimum, dengan diadakannya kembali upah sektoral yang notabene nilainya lebih tinggi dari UMK ataupun UMP, Ari berpendapat bahwa hal ini bisa memunculkan dampak yang positif untuk para kaum buruh karena upah minimum sektoral memiliki jumlah dan nilai yang lebih tinggi, baik dari UMK maupun UMP.
“Menurut saya, putusan ini cukup positif ya, karena yang paling tinggi itu kan memang upah minimum sektoral. Kemarin pada saat undang-undang Cipta Kerja kan dipertanyakan kenapa kok tidak lagi ada upah minimum sektoral. Apa rasionya? Nggak ada jawaban atas itu sekarang muncul lagi karena memang derajatnya dari sisi kualitas yang paling rendah itu upah minimum provinsi diatasnya upah minimum kota kabupaten, di atasnya itu upah minimum sektoral, ” ungkap Ari, Rabu (13/11).
Menjelaskan lebih jauh terkait putusan MK, Ari menerangkan putusan MK terkait Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk di Indonesia juga dapat memberikan pengaruh terhadap lapangan kerja yang tersedia untuk TKI di dalam negeri. Karena sebelumnya, UU Ciptakerja memudahkan akses masuk TKA ke dalam lapangan kerja yang ada dalam negeri. Dengan keputusan ini, terdapat kemungkinan TKI bisa memiliki akses yang lebih mudah ke lapangan kerja apabila komponen komponen pemerintah menerapkan keputusan MK secara benar dan akurat. “Nah sekarang memang ada beberapa perubahan yang walaupun menurut saya juga bukan perubahan yang sangat fundamental untuk tenaga kerja asing itu. Di situ juga ada kata-kata juga tetap mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia, walaupun ini nanti pada prakteknya juga bergantung kepada Eksekutif,” Jelas Ari.
Ari juga menambahkan bahwa keputusan MK terkait UU Ciptakerja juga berpotensi untuk mempengaruhi daya tarik investasi dari luar negeri. Hal ini dikarenakan investor dari luar negeri akan menjadikan kebijakan terkait upah minimum dan juga TKA sebagai referensi untuk dalam pembuatan keputusan terkait investasi. Selain itu, Ari juga menyebutkan bahwa investor juga membutuhkan kepastian hukum dan kebijakan yang tidak berubah-ubah. “Investor itu butuh kebijakan yang nggak berubah-ubah. Masalahnya itu, kalau kebijakan yang berubah-ubah justru menakutkan investor. Apalagi ini berubahnya cepat banget nih. Investor butuh kepastian, bukan hanya pekerjanya, tapi juga perusahaan,” ungkapnya.
Ari berharap bahwa semua pihak mengawal keputusan dari MK supaya dapat dilaksanakan dengan baik. Ia berharap supaya MK juga mempertimbangkan perspektif dari pengusaha supaya pelaksanaan dari keputusan ini dapat berjalan secara efektif. “Keputusan MK memang harus dikawal ya, dari perspektif pekerja dulu itu harus dikawal Tetapi juga supaya nanti efektif harus juga memperhatikan dunia usaha. Dua-duanya diperhatikan,” katanya.
Seperti diketahui, gugatan uji materi UU Cipta kerja ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Hasil putusan dari uji materi ini dibacakan oleh MK Kamis(31/10) lalu ini disambut baik oleh para organisasi buruh.
Penulis : Hanif
Editor : Gusti Grehenson
Foto. : AFP