Pendidikan seksual sejak dini diberikan ke anak bukanlah hal tabu. Pengetahuan ini tidak hanya bermanfaat untuk mencegah pelecehan, tetapi juga membantu mencegah trauma yang dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan mental anak-anak. Oleh karenanya, orang tua untuk senantiasa peka terhadap kebutuhan dan perasaan anak-anak mereka, serta menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang mungkin dianggap sensitif. Dengan cara ini, anak-anak dapat lebih terbuka kepada orang tua dan merasa didukung.
Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada (UGM) belum lama ini menyelenggarakan mengenalkan pendidikan seksual pada anak-anak pada ibu-ibu. Edukasi ini disampaikan oleh Widya Nayati, M.A., Ph.D., Kepala Pusat Studi Wanita UGM, di Balai Desa Manggung, Caturtunggal, Depok, Sleman, dan dihadiri oleh sekitar 60 peserta yang merupakan warga setempat dan anggota kelompok PKK Desa Manggung.
Widya Nayati menekankan bahwa pengenalan pendidikan seksual sejak usia dini adalah langkah penting untuk melindungi anak-anak dari potensi pelecehan seksual. Ia menjelaskan bahwa anak-anak perlu diajarkan untuk mengenali bagian-bagian tubuh mereka, terutama bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain selain orang tua atau pengasuh yang dipercaya. Menurut Widya, pemahaman mengenai batasan tubuh ini sangat penting untuk dikenalkan kepada anak-anak sejak kecil. “Dengan pemahaman yang benar, anak-anak akan lebih mampu melindungi diri mereka sendiri dari potensi pelecehan seksual, yang sering kali dilakukan oleh orang terdekat,” tegas Widya dalam keterangan tertulis yang dikirim ke wartawan, Jumat (15/11).
Selain mengenali bagian tubuh, Widya memberikan panduan khusus bagi orang tua tentang kapan anak laki-laki sebaiknya tidak lagi dimandikan oleh ibu mereka dan sebaliknya, kapan anak perempuan tidak dimandikan oleh ayah mereka. Ia menjelaskan bahwa perhatian terhadap batasan-batasan tersebut membantu mencegah kebingungan pada anak mengenai privasi tubuh, serta memberikan kesadaran mengenai batasan yang sehat sejak dini.
Widya juga menyoroti bahwa sebagian besar kasus pelecehan seksual melibatkan orang terdekat, seperti anggota keluarga seperti dari paman, bibi, kakek, nenek, atau sepupu maupun orang-orang yang tinggal bersama, termasuk anak kost. Oleh sebab itu, ia mengajak para orang tua untuk terus waspada dan memperhatikan setiap perubahan perilaku atau tanda-tanda yang mungkin menunjukkan bahwa anak mereka mengalami ketidaknyamanan atau gangguan.
Sebagai tambahan, Widya memberikan beberapa tips praktis mengenai cara berdiskusi dengan anak tentang pendidikan seksual. Ia menyarankan agar orang tua mendengarkan anak-anak dengan penuh perhatian dan tidak langsung menghakimi. “Komunikasi terbuka dan positif akan menciptakan hubungan yang lebih kuat antara orang tua dan anak sehingga anak merasa aman untuk menyampaikan apapun yang dialaminya,” katanya.
Edukasi soal pendidikan seksual ini mendapatkan respon positif dari para peserta. Banyak ibu-ibu yang merasa mendapatkan wawasan baru dan lebih siap untuk melindungi anak-anak mereka dari potensi bahaya. “Setelah ini jadi lebih PD untuk mengenalkan pendidikan seksual ke anak-anak,” ungkap salah seorang peserta.
Widya berharap bahwa kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan seksual pada anak-anak sejak dini. Melalui kegiatan ini, ia mengajak para orang tua untuk berperan aktif dalam memberikan pendidikan seksual yang sehat dan tepat guna, sehingga tercipta lingkungan yang lebih aman dan sehat bagi generasi mendatang. Dengan adanya inisiatif seperti ini, diharapkan masyarakat dapat lebih terbuka untuk membicarakan topik pendidikan seksual dalam konteks perlindungan anak, serta mampu mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah kekerasan dan pelecehan seksual.
Penulis : Rahma Khoirunnisa
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik