Startup health-tech berbasis pendampingan pasien yang dibuat oleh alumni Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada bernama Inspirasien berhasil meraih peringkat 1 dalam program Health Innovation Sprint Accelerator (HISA) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2024. Pemberian predikat inovasi teknologi kesehatan terbaik dalam HISA 2024 ini diserahkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, dalam acara Puncak Health Innovation Festival (HAI Fest) yang digelar bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional di Jakarta Convention Center, Sabtu (9/11) lalu.
Dalam wawancara bersama Founder dari Inspirasien, Astriani Dwi Aryaningtyas, ia berbagi pengalaman perjalanan startup-nya hingga berhasil meraih penghargaan sebagai inovasi teknologi kesehatan terbaik di ajang Health Innovation Sprint Accelerator (HISA) 2024. Dengan penuh semangat, Astri menceritakan bagaimana niat awal mereka mengikuti HISA lebih berorientasi pada pembelajaran dan pengembangan, tanpa tekanan untuk menang.
Ia mengungkapkan bahwa Inspirasien telah berinisiatif untuk mengikuti HISA karena Astri merasa ini adalah saat yang tepat bagi Inspirasien untuk mencoba berkompetisi. Pada awalnya, mereka tidak mengharapkan untuk memenangkan kompetisi ini. “Tujuan kami adalah fokus pada pengembangan layanan pendampingan pasien dan aktivitas sosial, bukan untuk mengejar kemenangan,” ujar Astri saat diwawancara, Senin (25/11).
Proses seleksi program HISA yang berlangsung hampir lima bulan memberikan banyak pengalaman baru bagi Inspirasien. Dari tahap awal pendaftaran hingga serangkaian kegiatan seperti pitching battle dan kompetisi lainnya, Astri mengaku bahwa timnya menjalani semuanya dengan santai dan mengalir. “Ketika diinformasikan kami menang, itu seperti sebuah pembuktian besar bahwa layanan kami di Inspirasien tervalidasi. Rasanya sangat bangga. Ini membuktikan bahwa apa yang kami bangun benar-benar relevan dan diapresiasi,” tambahnya.
Namun, Astri menyadari bahwa perjalanan mereka masih panjang. Meski penghargaan ini memberikan validasi awal, proses formal masih harus ditempuh, terutama melalui regulatory sandbox Kemenkes RI. “Regulatory sandbox adalah langkah awal untuk layanan kami bisa mendapatkan pengawasan, pembinaan, dan pengakuan di tahap demand test. Ini adalah pintu utama bagi layanan digital healthcare untuk masuk ke ekosistem Kementerian Kesehatan,” jelasnya.
Awalnya, Astri mendirikan Inspirasien pada tahun 2020, terinspirasi dari perjalanan pribadinya sebagai penyintas kanker tiroid sejak 2011. Kala itu, ia mengatakan, minimnya layanan pendampingan pasien mendorongnya untuk membentuk komunitas bernama Pita Tosca sebagai wadah untuk semua orang yang sedang berjuang atau peduli dengan tiroid, yang kini telah memiliki lebih dari 7.000 anggota di seluruh Indonesia. “Pita Tosca menjadi langkah awal. Namun, saya menyadari bahwa pendampingan pasien tidak cukup hanya melalui komunitas. Maka lahirlah Inspirasien,” jelasnya.
Dalam pelayanannya, Inspirasien menawarkan tiga layanan utama yang mendukung kesehatan pasien. Yang pertama, Pendampingan Pasien (Patient Advocacy Service) untuk menyediakan pendampingan untuk penyakit fisik dan mental mulai dari tahap pradiagnosis hingga rehabilitasi. Yang kedua, Edukasi Kesehatan. Dalam layanan ini, Inspirasien mengedukasi masyarakat umum agar lebih memahami hak dan kesehatan mereka melalui pendekatan kolaboratif. Yang ketiga, Program Rujukan dimana Inspirasien menghubungkan pasien dengan berbagai penyedia layanan kesehatan, seperti rumah sakit, laboratorium, dan apotek.
Astri menyampaikan bahwa salah satu tantangan terbesar Inspirasian adalah membangun regulasi yang jelas terkait pendampingan pasien di Indonesia. Selain itu, Inspirasien terus mengikuti perkembangan teknologi, termasuk memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk mendukung inovasi mereka. Bahkan hingga kini, konsep pendampingan pasien ini kerap disamakan dengan kerja sosial atau relawan. “Maka dari itu, kami ingin mendobrak stigma ini dan menjadikan pendampingan pasien sebagai layanan profesional yang diakui secara regulasi,” kata Astri.
Sebagai startup berbasis sosiopreneur, Astri mengungkapkan bahwa Inspirasien tentu mengandalkan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Kesehatan, rumah sakit, dan lembaga akademik seperti UGM. Ia percaya bahwa sebuah kolaborasi adalah kunci untuk menciptakan ekosistem kesehatan yang berkelanjutan.
Sebelumnya, Inspirasen juga mendapat prestasi sebagai 10 Besar Kompetisi HK Tech 300 Asia Tenggara. Sebagai platform health-tech, Inspirasien menghadirkan layanan Patient Advocacy Service yang memberikan pendampingan komprehensif bagi pasien, caregiver, komunitas pasien, kader kesehatan, dan masyarakat pemerhati kesehatan. Dengan slogannya #TenangJadiPasien, layanan ini dirancang untuk membantu pasien memahami hak mereka, memperoleh akses layanan kesehatan, dan merasa didampingi sepanjang perjalanan pengobatan mereka.
Penulis : Lintang
Editor : Gusti Grehenson