Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI mengumumkan sebanyak lebih kurang 80.000 orang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang tahun 2024. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang berkisar di angka 60.000 orang.
Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM, Dr. Hempri Suyatna, S.Sos., M.Si menyebutkan kenaikan jumlah pekerja yang terkena PHK disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya dampak pelemahan perekonomian global dan derasnya produk impor. “Saya kira ini (kenaikan angka PHK) merupakan dampak dari dari kondisi perekonomian global yang melemah dan juga derasnya produk impor masuk ke Indonesia,” papar Hempri, Selasa (24/12).
Menurutnya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor diduga menjadi penyebab maraknya produk-produk impor yang berakibat pada lesunya industri di tanah air. Adanya kebijakan impor tanpa kontrol ketat dari pemerintah menjadikan kondisi semakin memburuk. Perusahaan-perusahan lokal harus menghadapi kondisi selain mengalami keterpurukan sebab deindustrialisasi. “Kalau kita lihat, industri yang paling terdampak adalah industri padat karya khususnya industri alas kaki,” tambahnya.
Dengan demikian, kebijakan perusahaan menempuh langkah PHK ini dilakukan sebagai strategi melakukan efisiensi operasional perusahaan. Namun, adanya peningkatan data korban PHK ini tentunya harus diwaspadai sehingga harus ada upaya-upaya pemerintah agar dampak negatif dari PHK tersebut tidak semakin meluas.
Hempri menyebut PHK selain berdampak pada pekerja dengan hilangnya pekerjaan, juga dapat berdampak pada aspek psikologis. Lebih lanjut, adanya PHK dapat memicu munculnya berbagai masalah sosial lain seperti meningkatnya angka kemiskinan, ketidakstabilan sosial, dan penurunan pertumbuhan ekonomi. Hal Ini, menurutnya, menjadi dampak yang tentunya harus segera direspons oleh pemerintah.
Dengan adanya gelombang PHK yang terjadi, Hempri menyebut pekerja tentunya harus memahami persoalan hukum, khususnya mengenai pemenuhan hak-hak pekerja.
Hempri sendiri berharap agar permasalahan PHK direspons dengan serius agar masalah ketenagakerjaan ini tidak terus berlanjut. Ia mencontohkan, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengkaji ulang Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Selain itu, diperlukan penguatan sektor UMKM dan sektor informal sehingga mampu menjadi sektor yang bisa dimasuki mereka yang terdampak PHK serta memperluas informasi pasar kerja sehingga mampu memberikan informasi mengenai info-info pekerjaan untuk mereka yang terdampak PHK.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik