Media sosial dihebohkan dengan permainan Koin Jagat, dimana permainan ini mengharuskan pengguna game memburu koin berhadiah. Banyak orang berbondong bondong menginstal aplikasi untuk memainkan permainan ini untuk berburu koin di tempat umum. Permainan ini menjanjikan reward berupa uang tunai yang akan diberikan kepada para pemain yang bisa menemukan koin-koin yang tersebar di berbagai tempat. Tentu saja terjadi pertemuan dua kepentingan antara para pemain dan masyarakat yang menggunakan fasilitas umum. Memang benar fasilitas umum dapat digunakan oleh semua masyarakat akan tetapi perlu disadari bahwa tidak sedikit para pemain Koin Jagat membahayakan diri sendiri hingga merusak fasilitas umum.
Fenomena permainan Koin Jagat bukanlah hal baru, di Indonesia fenomena serupa sebelumnya pernah terjadi. Demam pokemon yang pernah booming juga memiliki konsep yang serupa dengan Koin Jagat. Dari waktu ke waktu permainan seperti ini selalu menarik antusiasme tinggi dari masyarakat. Tingginya angka kemiskinan yang disebabkan tingginya angka pengangguran dan sempitnya lapangan pekerjaan menjadi faktor mengapa permainan seperti ini selalu laku di pasaran. Waktu luang yang tersedia dan akses teknologi yang tidak terbatas menambah laku permainan ini. Ditambah lagi moda permainan yang berhadiah uang tunai tentu saja menarik minat. “Literasi digital yang rendah menyebabkan maraknya fenomena ini”, ungkap sosiolog Universitas Gadjah Mada, Nurul Aini, S.Sos., M.Phil.
Menurut Aini, overstimulasi terhadap hiperrealitas tentu saja berpengaruh terhadap kehidupan sosial karena kehidupan sosial sendiri merupakan realitas sehingga manusia tidak dapat melakukan interaksi – interaksi di dunia nyata. Tak hanya itu aspek adiksi atau kecanduan juga ada dalam permainan ini. Aspek kecanduan dalam sosiologi merupakan problem sosial. Ada banyak sekali problem sosial yang menyebabkan kecanduan seperti alkohol, judi, pinjol yang memiliki efek adiksi dan apabila tidak dikelola akan menyebabkan adiksi. “Efek kecanduan ini meningkatkan kriminalitas dan konflik serta merugikan tidak hanya dari segi material tetapi juga dari segi emosional,” ungkapnya.
Bagi Aini, seluruh pihak wajib turut aktif dalam menanggulangi masalah ini. Pihak developer memiliki tanggung jawab utama dalam mengembangkan permainan yang lebih aman dan tidak merugikan masyarakat. “Terutama hak pengguna fasilitas umum adalah yang paling utama dan wajib dilindungi”, terangnya.
Selain itu, pemerintah menurutnya juga sebagai pemegang regulasi juga wajib mengontrol perkembangan game yang ada di Indonesia. Selain mendorong masyarakat untuk lebih melek teknologi dan memiliki literasi digital yang baik. Sebab, masyarakat yang sudah mendapatkan literasi akan lebih mudah untuk memfilter apa yang mereka mainkan. “Apabila dirasa membahayakan lebih baik untuk menghindari saja karena ini bukanlah sebuah prestasi kerja sehingga tidak selayaknya kita mengejar itu,” tuturnya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Okezone