Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program unggulan oleh Presiden Prabowo Subianto sudah dimulai sejak Januari lalu, dan mendapatkan sorotan dari banyak pihak terkait berbagai kendala pelaksanaan program ini di berbagai daerah. Mulai dari soal alokasi anggaran, menu hingga kesiapan penyedia katering. Menyikapi hal tersebut, Ekonom Senior FEB UGM, Dr. Revrisond Baswir, M.B.A., Ak., CA, menyebutkan bahwa program ini merupakan suatu terobosan yang luar biasa, bahkan seharusnya dimulai sejak dahulu. “Program makan bergizi itu merupakan satu terobosan yang saya anggap luar biasa. Kenapa? Karena dengan program itu ada ketegasan. Ada ketegasan nomor satu bahwa pembangunan itu hakikatnya adalah pembangunan manusia,” ujarnya saat ditemui di kediamannya, Selasa (4/2).
Revrisond pun lanjut menjelaskan bahwa pembangunan tersebut sudah sepatutnya jangan dipisahkan dari manusia, menurutnya, sering kali orang berpikir bahwa pembangunan dan manusia merupakan hal yang tak saling berhubungan, padahal pada kenyataannya tidak demikian. Nyatanya, manusia dan pembangunan saling beriringan dan mempengaruhi.
Bahkan, jika dilihat melalui sudut pandang ekonomi, melalui Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, jelas Pasal 33 itu mengamanatkan kepada bangsa ini untuk melaksanakan apa yang disebut sebagai demokratisasi ekonomi. Jadi, rakyat dalam perekonomian Indonesia seharusnya diposisikan sebagai subjek, bukan hanya sebagai objek saja. Kemudian, secara operasional, posisi rakyat sebagai subjek itu harus diterjemahkan, dengan cara rakyat juga memiliki alat-alat produksi dan juga modal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang ada. “Jadi di Indonesia ini rakyat itu tidak cukup kalau hanya pekerja,” jelas Revisond.
Revrisond menyebutkan bahwa ada 3 modal yang seharusnya dimiliki oleh rakyat, yaitu modal intelektual, institusional, dan modal material. Kemudian, rangkaian ini sudah seharusnya dipenuhi secara berurutan. Semuanya, dimulai dari modal intelektual terlebih dahulu sebelum beralih ke modal-modal lainnya, dan melalui program makan siang bergizi ini lah, menurutnya, modal intelektual tersebut akan terbentuk. Lebih jauh ia menambahkan bahwa melalui program ini pula, pemerintah dapat lebih memberdayakan masyarakat, terlebih daerah-daerah di luar pusat. Hal ini dikarenakan secara kenegaraan, Indonesia memiliki kondisi wilayah yang berbeda beda dan tidak bisa disamakan daerah satu dengan yang lainnya.
Revrisond berpendapat bahwa dengan adanya program makan siang gratis bergizi ini, dapat tercipta desentralisasi, yang mana pemerintah daerah akan mengatur program makanan bergizi ini sesuai dengan kondisi wilayah mereka masing-masing. Dengan begitu pula, peredaran uang akan berputar dan kembali pada wilayah tersebut dan memeratakan ekonomi masyarakat. Selain itu, peluang pemberdayaan warga sekitar pun terbuka lebar, dan dapat dilakukan dengan merekrut masyarakat melalui berbagai cara, seperti kerja sama, relawan, serta berbagai pekerjaan terkait. Namun, ia menggarisbawahi bahwa dengan adanya program ini tak seharusnya memberatkan rakyat, serta tidak membebani APBD untuk berlangsungnya program ini. “Jangan hanya melimpahkan ke daerah, karena (mereka) tidak ada uang, lalu karena jumlahnya cukup besar, ada juga yang merisaukan, ada batas maksimal tidak untuk alokasinya? ” tuturnya.
Mantan Ketua Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM ini mengingatkan pemerintah untuk lebih berhemat, jangan boros, dan lebih selektif dalam berbelanja, serta memangkas hal-hal yang sekiranya tidak perlu. Pemerintah harus berpikir bagaimana caranya untuk meningkatkan pendapatan untuk mencari dana demi keberlangsungan program ini, tanpa perlu berhutang maupun memangkas anggaran lain yang akan membebankan rakyat nantinya. “Jangan sampai rakyat yang jadi korban. Bagaimana caranya dengan biaya yang cukup agar makanan yang diberikan tetap bergizi,”imbuhnya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk berhemat ini adalah dengan membubarkan lembaga-lembaga yang tidak perlu, khususnya di pemerintahan. Menurutnya, banyak lembaga-lembaga tersebut yang sebetulnya tidak perlu ada, namun terus dibiayai. Padahal, bisa saja dana yang diberikan tersebut dialokasikan untuk pendanaan program ini.
Selanjutnya, ia pun berpesan kepada masyarakat untuk mengingat bahwa kedaulatan itu di tangan rakyat. Masyarakat diminta untuk tidak pasif akan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Ia menekankan bahwa suara rakyat sangatlah penting, karena negara ini adalah milik rakyat.“Rakyat sering merasa dalam bidang ekonomi, mereka adalah peminta padahal itu hak mereka. Bukan hanya hak asasi politik sosial saja, sebisa mungkin program ini adalah hak asasi rakyat.”
Menurutnya, program ini sejatinya bukan belas kasih pemerintah, melainkan bentuk dari hak asasi rakyat yang seharusnya pemerintah penuhi. Oleh karena itu, ia berharap, rakyat akan lebih sadar akan perannya, dan turut andil dengan terus bersuara dan memberikan gagasan mereka.
Penulis : Leony
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Jelita