![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2025/02/WhatsApp-Image-2025-02-06-at-08.20.34-e1738818582212-825x471.jpeg)
Produksi sumber energi di seluruh dunia dihadapkan pada kendala ketergantungan pada bahan bakar fosil yang suatu saat pasti akan habis. Sementara tantangan pengembangan energi alternatif lainnya dihadapkan pada biaya produksi yang tinggi dan efisiensi produksi yang rendah.
Dosen Biologi UGM Ganies Riza Aristya, S.Si., M.Sc., Ph.D., tengah meneliti Jamur Rhodotorula glutinis atau biasa disebut ragi merah sebagai sumber energi bahan bakar alternatif. Jamur ini dapat ditemukan di beberapa lingkungan dan dapat diisolasi dari udara, tanah, rumput, danau, lautan, makanan, buah-buahan, kulit manusia, maupun kotoran manusia. Riset ini diharapkan mampu mengoptimalkan penggunaan mikroorganisme untuk produksi bioenergi sebagai sumber energi terbarukan sebagai pengganti sumber energi fosil
Soal seberapa besar potensi ragi merah untuk sumber energi alternatif, Ganies menyebutkan ragi merah ini berpotensi besar sebagai sumber energi karena jamur ini mampu mengakumulasi dan memproduksi lipid dalam jumlah yang besar. “Dalam beberapa kasus akumulasi lipid pada R. glutinis dapat mencapai 72,4% yang membuatnya berpotensi sebagai penghasil lipid untuk sumber energi,” kata Ganies kepada wartawan, kamis (7/2).
Kemampuannya dalam menghasilkan lipid dalam jumlah besar berasal dari jalur biosintesis yang memungkinkan mikroorganisme ini mengonversi berbagai sumber karbon menjadi senyawa bernilai tinggi, termasuk lipid ataupun biopolimer lainnya. Bahkan pengembangan produk lipid tidak hanya berupa biofuel namun bisa ke arah pengembangan produk biopolimer dapat berupa polimer penyusun bioplastik, polyhydroxybutyrate. “Pengoptimalan sintesis senyawa esensial pada ragi merah ini dapat dilakukan dengan rekayasa proses, rekayasa genetik, ataupun rekayasa metabolisme,” ungkapnya.
Dipilihnya Ragi merah atau R. glutinis dipilih sebagai bahan riset, kata Ganies, dirinya melihat kemampuannya jamur ini dalam mengakumulasi lipid dalam jumlah tinggi, terutama dalam bentuk triasilgliserol (TAG) yang dapat dikonversi menjadi energi dalam bentuk biofuel. “R. glutinis juga dipilih sebagai bahan riset karena kemampuannya untuk tumbuh pada berbagai macam substrat,” katanya.
Tidak hanya sampai di situ, kemampuan ragi merah dalam memproduksi lipid lebih dari 15% dari berat kering selnya, ragi ini juga memiliki kemampuan untuk memetabolisme berbagai senyawa yang digunakan sebagai sumber karbon, seperti monosakarida, disakarida, atau polisakarida, asam organik, gliserol, bahan baku, produk sampingan industri, dan limbah cair.
Perlu diketahui, kampuan jamur ini mampu memproduksi dan mengakumulasi lipid dalam jumlah yang besar saat mengalami keterbatasan nitrogen namun memiliki ketersediaan karbon yang cukup. Dalam kondisi tersebut, yeast akan mengarahkan metabolisme untuk biosintesis lipid sebagai cadangan energi berupa Triasilgliserol (TAG). Selanjutnya, Lipid yang dihasilkan dapat diekstraksi dan dikonversi menjadi biodiesel yang digunakan sebagai sumber energi. “Lipid yang diperoleh dari sel ragi akan dikonversi menjadi biodiesel melalui transesterifikasi yang akan mereaksikan TAG dengan metanol untuk menghasilkan biodiesel dalam bentuk fatty acid methyl ester (FAME). Biodiesel yang diperoleh dapat digunakan sebagai energi,” katanya.
Penelitian mengenai rekayasa genetik pada mikroorganisme ini sudah berlangsung 8 tahun. Atas riset yang tengah dilakukannya ini bersama tim, ganies berhasil mendapatkan dana hibah penelitian untuk kategori Science and Technology Research Grant (STRG) dari Indonesia Toray Science Foundation (ITSF). Dengan karyanya yang berjudul “Yeast Bioengineering for Sustainable Lipid-Based Energy Production from Rhodotorula glutinis,” Ganies merupakan salah satu dari 18 penerima penghargaan STRG-ITSF tahun 2025 pada 30 januari lalu di Jakarta.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson