
Selama dua bulan terakhir, banyak terjadi kasus keracunan makan bergizi gratis yang terjadi di beberapa daerah. Insiden ini disinyalir karena kurang pengalamannya mitra dan kurang higienisnya makanan yang akan disantap oleh siswa. Dihimpun dari berbagai informasi yang muncul di media massa, insiden keracunan MBG terjadi di Waingapu, Sumba Timur, 24 Februari lalu, dimana sebuah sekolah menemukan menu ayam dalam kondisi masih mentah, bahkan berdarah. Sebelumnya, di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada pertengahan Januari lalu, para siswa mengalami muntah-muntah usai menyantap MBG.
Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. apt. Zullies Ikawati, menilai keterlibatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sangat diperlukan dalam pengawasan program MBG. Pasalnya Badan Gizi Nasional (BGN) berfokus pada pemenuhan aspek gizi, seperti keseimbangan nutrisi, kecukupan energi, dan kebutuhan makro-mikronutrien. Sementara BPOM akan berperan dalam pengawasan dan pengujian pangan agar makanan yang diberikan aman dari kontaminasi mikroba, bahan berbahaya, atau pelanggaran standar mutu.
Dalam menjalankan tugasnya, kata Zulies, BPOM dapat melakukan pengawasan dalam proses persiapan, produksi, hingga distribusi. Dalam proses persiapan, BPOM dapat menjalankan pengujian bahan baku yang digunakan dalam penyediaan makanan. “Inspeksi ke fasilitas produksi dan distribusi juga harus dilakukan untuk memastikan kebersihan dan kepatuhan terhadap standar keamanan pangan,” kata Zulies, Rabu (19/3).
Fungsi pengawasan dijalankan dengan menerapkan sertifikasi bagi penyedia layanan makanan agar memenuhi standar kelayakan. Dengan dilakukannya penerapan sertifikasi, pengawasan produksi dapat dilakukan secara berkala dengan metode sampling. Dalam proses distribusi, BPOM mengawasi rantai distribusi untuk mencegah kontaminasi selama periode pengiriman.
Lantas, bagaimana dengan distribusi makanan ke sekolah di daerah terpencil? Zullies mengatakan distribusi makanan ke daerah terpencil memanglah menjadi tantangan tersendiri dalam fungsi pengawasan BPOM. Wilayah Indonesia yang luas dengan kondisi geografis yang berbeda acap kali memakan waktu lebih lama daripada estimasi. Dampaknya, makanan berisiko mengalami pembusukan dan basi lebih cepat. “Untuk mengatasi ini, BBPOM yang berada di daerah akan mengawal jalannya distribusi sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh BPOM pusat,” paparnya.
Dalam menjalankan fungsi pengawasan distribusi, BPOM tidak sendirian. Zullies mengatakan bahwa pihak eksternal BPOM dapat turut terlibat dalam proses distribusi. “Karena keterbatasan personil, maka BPOM akan harus bekerja sama dengan masyarakat, pemerintah, dan sekolah,” ungkapnya.
Kerja sama antara BPOM dan masyarakat tidak berhenti di proses distribusi saja. Masyarakat, sekolah, dan wali murid dapat membentuk tim relawan keamanan pangan yang berkoordinasi dengan BPOM. Kemudian, BPOM akan memberikan edukasi kepada tim relawan terkait makanan yang aman dan baik dikonsumsi oleh siswa. “Edukasi dan pelatihan kepada masyarakat untuk mengenalkan makanan yang aman sehingga mereka akan paham dengan kualitas makanan yang disediakan,” pungkas Zullies.
Penulis : Tiefany
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Antara