
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, sempat menyampaikan soal pengembangan kapasitas ‘tukang gigi’ guna memenuhi kebutuhan akan dokter gigi di Indonesia. Pernyataan Menkes tersebut menuai kritik dari masyarakat, terutama dari organisasi profesi dokter gigi. Pasalnya apa yang disebut ‘tukang gigi’ bukanlah seorang profesional yang memiliki latar belakang pendidikan formal bidang kesehatan. Atas pernyataan kontroversial tersebut, Kemenkes akhirnya menyampaikan klarifikasi yang menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘tukang gigi’ disini merupakan Terapis Gigi dan Mulut (TGM) yang mana dimaksudkan adalah perawat gigi yang memang menjalani pendidikan formal.
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Gadjah Mada, Prof. drg. Suryono, SH., MM., Ph.D, mengungkapkan usulan tukang gigi praktek di puskesmas memiliki resiko besar yang nantinya dapat membahayakan pasien karena para tukang gigi tidak berbasis ilmu kesehatan.“Tukang gigi atau sekarang disebut ahli gigi itu sebenarnya tidak termasuk dalam kategori tenaga kesehatan, ” terang Suryono dalam keterangan kepada wartawan, Selasa (22/4)
Untuk menjawab soal kebutuhan dokter gigi yang masih minim di daerah, Suryono mendorong Kemenkes melakukan pengecekan data mengenai jumlah dokter gigi yang ada dan aktif di setiap fasilitas kesehatan terutama puskesmas. Pasalnya mayoritas tenaga medis saat ini banyak tersentralisasi di pulau Jawa. “Mayoritas lulusan yang menjadi dokter gigi tersebar di seputar daerah yang ada perguruan tinggi yang memiliki kedokteran gigi,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu mendorong Universitas di luar Jawa untuk membuka Fakultas Kedokteran Gigi. Bukan hanya dari sisi SDM, namun juga didukung alat dan fasilitas di setiap faskes. Kerja sama antara Kemenkes dan Fakultas Kedokteran Gigi dapat menjadi solusi yang bisa ditawarkan untuk menjawab permasalahan tersebut. “FKG di berbagai perguruan tinggi, saya kira siap membantu pekerjaan rumah pemerintah terkait dengan pemerataan maupun pemenuhan tenaga kesehatan terkhusus atau tenaga medis gigi,”, ungkapnya.
Terkait temuan Kemenkes banyaknya kasus gigi berlubang dari hasil pemeriksaan kesehatan gratis. Suryono menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus pada tahap kuratif atau pengobatan saja namun juga melakukan upaya promotif dan preventifnya dengan melibatkan organisasi profesi untuk menjalankan program-program yang telah dirancang. “Terlebih mengenai pengambilan keputusan yang berdampak untuk masyarakat luas. Organisasi profesi memiliki cabang di setiap daerah sehingga harapannya kebijakan yang akan diterapkan bisa merata,” katanya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik