
Dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Prof. Dr. Agus Suwignyo, M.A dikukuhkan dalam jabatan Guru Besar Bidang Sejarah Pendidikan, Kamis (24/4), di ruang Balai Senat UGM. Dalam upacara pengukuhan, Agus Suwignyo menyampaikan pidato berjudul “Apakah Kemerdekaan Politik Mengubah Konsep Kolonialisasi dan Dekolonialisasi Pengetahuan di Perguruan Tinggi?”.
Dalam pemaparannya, Agus Suwignyo mengatakan pendidikan pada hakikatnya selain bertujuan mengembangkan dan menumbuhkan manusia dalam keutuhan dan integritas dimensi-dimensi agar menjadi semakin manusiawi, pendidikan pada prakteknya juga sering berlangsung melalui cara-cara yang sama sekali tidak manusiawi. “Pendidikan yang dengan tujuan luhur itu pada praktiknya dapat berlangsung juga melalui cara-cara menindas dan dipenuhi aneka kekerasan,” paparnya.
Tujuan pendidikan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan sekaligus cara. Sebab, kemerdekaan politik memang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tetapi agar melahirkan kemerdekaan sejati maka upaya mencerdaskan kehidupan bangsa harus dilakukan dengan cara-cara yang berdaulat yaitu menjadi cerdas secara berdaulat.
“Kini setelah 80 tahun berlalu sejak pintu gerbang menuju kemerdekaan diberdirikan dalam bentuk Proklamasi, bolehlah kita bertanya-tanya. Apakah berbagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa telah berlangsung dengan cara-cara yang berdaulat? Apakah hasil dari berbagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa selama ini telah menciptakan kemerdekaan yang sejati?,” ungkapnya.
Agus menyatakan dalam konteks pendidikan, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa secara berdaulat berarti melangsungkan praksis pendidikan dengan cara mendekolonialisasi pengetahuan kolonial. Ia pun mempertanyakan apakah laku intelektual dalam produksi pengetahuan di negeri ini telah terbebas dari bayang-bayang politik kekuasaan yang bersifat kolonial?
Menurut Agus Suwignyo, pendidikan pada umumnya lebih ditujukan pada aspek pendidikan formal, yaitu sekolah dan institusi perguruan tinggi. Kecenderungan tersebut tidak salah meski kurang komprehensif. Bagi Agus, pendidikan seharusnya mencakup pemahaman yang lebih luas daripada aspek institusional. Pendidikan dalam arti luas merujuk pada pembentukan dan pertumbuhan yang sering diungkapkan sebagai pendewasaan yang diperoleh melalui pengetahuan, keterampilan dan tata-nilai serta sikap.
Di sisi lain, esensi kemerdekaan sejati adalah “kedaulatan”, dan dua hal ini berhubungan sangat dekat dan beririsan. Pendidikan sejati melahirkan individu-individu yang berdaulat sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat. “Kemerdekaan” yang berdaulat lahir dari “Pendidikan” yang memerdekakan. Kiranya itulah mengapa pada tahun 1953 Direktur Pendidikan Masyarakat, M. Sadarjoen Siswamartaja, mengatakan permasalahan yang muncul dari Kemerdekaan adalah permasalahan Pendidikan,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Donnie