
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Prof. Ani Widiastuti, S.P., M.P., Ph.D., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Mikologi Molekuler. Di upacara pengukuhan yang berlangsung di ruang Balai Senat Gedung Pusat, Selasa (29/4), Ani Widiastuti menyampaikan pidato yang berjudul “Pemanfaatan Teknologi Molekuler dalam Kajian Jamur Patogen dan Pengelolaan Penyakit Tumbuhan.”
Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Ani menegaskan pentingnya tumbuhan sebagai fondasi kehidupan, dan bahwa gangguan terhadap kesehatan tanaman memiliki konsekuensi besar terhadap sistem pangan, kehidupan manusia, serta ekosistem global. “Tumbuhan adalah fondasi kehidupan di bumi. Ancaman terhadap kesehatan tumbuhan merupakan ancaman terhadap sistem pangan, kehidupan, dan kesehatan manusia serta planet bumi yang kita tinggali bersama,” tegasnya.
Ani Widiastuti lahir di Kayem, Pati, pada tahun 1976. Ia adalah putri sulung dari pasangan guru matematika. Kecintaannya terhadap dunia tumbuhan dan ilmu penyakit tanaman telah tumbuh sejak masa kuliahnya. Ia mulai menempuh pendidikan S1 di Ilmu Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian UGM pada tahun 1993, dan melanjutkan ke jenjang Magister Fitopatologi di UGM (1999–2002).
Dedikasi akademiknya membawanya menjadi dosen di Fakultas Pertanian UGM pada tahun 2005. Ia kemudian meraih gelar doktor dari Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang, dengan disertasi berjudul “Heat Shock-Induced Resistance against Melon Gray Mold and Strawberry Crown Rot” pada tahun 2012.
Dalam penelitian dan pengajarannya, Ani secara konsisten meneliti interaksi antara jamur patogen dan tanaman, serta pendekatan molekuler untuk mengidentifikasi dan mengelola penyakit tanaman. “Jamur dan Oomycetes merupakan penyebab penyakit utama yang menurunkan hasil dan kualitas tanaman. Untuk memahami dan mengendalikan mereka, kita tidak bisa hanya mengandalkan teknologi konvensional. Diperlukan pendekatan molekuler yang lebih canggih dan akurat,” jelasnya.
Ia menyoroti bahwa identifikasi jamur dengan keluarga spesies kompleks memerlukan pendekatan analisis multigen. Pasangan primer spesifik seringkali tidak mampu membedakan spesies dalam kelompok yang serupa secara morfologi, sehingga studi molekuler lanjutan menjadi sangat penting. “Untuk studi keragaman dan genetika populasi jamur patogen tumbuhan, mikrosatelit merupakan penanda molekuler penting yang digunakan. Salah satunya pada Phytophthora palmivora, oomycetes penting dengan siklus hidup kompleks yang mempengaruhi keragaman populasinya,” paparnya.
Selain itu, ia juga memberikan perhatian terhadap pengawasan distribusi bibit antarpulau, sebagai langkah pencegahan penyebaran penyakit tanaman di kepulauan Indonesia. “Distribusi bibit antarpulau perlu diawasi dengan ketat untuk mencegah persebaran penyakit yang bisa berdampak luas terhadap produktivitas pertanian nasional,” tambahnya.
Dalam penutup pidatonya, Ani menyampaikan harapannya agar teknologi molekuler terus dikembangkan dan dimanfaatkan secara bijak untuk keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan semua makhluk.
Penulis : Rahma Khoirunnisa
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie