
Universitas Gadjah Mada kembali menorehkan prestasi di kancah internasional melalui pencapaian Dosen FIB UGM Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., yang meraih penghargaan Inclusive Global Engagement dari Universitas 21 (U21), sebuah jejaring universitas internasional yang beranggotakan institusi perguruan tinggi top-tier di enam benua. Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan atas dedikasi Wening dalam memajukan pendidikan inklusif dan global, khususnya dalam bidang sastra, gender, dan budaya. Prestasi ini sekaligus mencerminkan komitmen UGM dalam mengarusutamakan nilai-nilai keberagaman dan kesetaraan di tingkat global. Sebagai salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia, UGM mendapat kehormatan besar karena kiprah dosennya diakui secara internasional.
Sebagai Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM serta Guru Besar di Fakultas Ilmu Budaya, Wening dikenal luas atas komitmennya dalam memprioritaskan isu-isu kesetaraan gender dan inklusi dalam pendidikan tinggi. Ia telah menjadi tokoh penting dalam membangun jembatan budaya dan akademik antara Indonesia dan berbagai negara, terutama Prancis. Keahliannya dalam kajian sastra, identitas, dan postkolonialisme menjadikan kontribusinya tidak hanya berdampak secara nasional, tetapi juga internasional. Dalam berbagai forum global, Wening sering menjadi representasi suara akademisi perempuan dari negara berkembang.
Penghargaan Inclusive Global Engagement dari U21 merupakan bagian dari U21 Awards yang diberikan kepada individu atau tim yang menunjukkan kontribusi signifikan dalam memajukan inklusi global di pendidikan tinggi. Kriteria penghargaan ini mencakup kontribusi terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB, khususnya Tujuan 5 dan 10 yaitu kesetaraan gender dan berkurangnya kesenjangan, serta dampak internasional yang melebihi ekspektasi peran mereka. Hanya empat individu dari seluruh dunia yang menerima penghargaan ini pada tahun 2025, dan Wening adalah satu-satunya dari Asia Tenggara. Ini sekaligus menegaskan bahwa gagasan inklusivitas yang dibangun dari konteks lokal dapat memiliki resonansi luas secara global.
Salah satu rekan kerjanya, Prof. Wiratni Budhijanto, S.T., M.T., Ph.D mengungkapkan selain kontribusi akademiknya, Wening juga dikenal karena kepemimpinannya yang empatik dan kolaboratif. Wening aktif mendorong pengembangan kurikulum yang responsif terhadap isu-isu keberagaman dan inklusi, termasuk realisasinya di lingkungan kampus. Wiratni berujar UGM adalah rumah bagi para tokoh-tokoh hebat, tapi dunia belum sepenuhnya menyadari kehebatan tersebut. “Prof. Wening adalah salah satu tokoh yang membuka mata dunia pada pemikiran-pemikiran dan aksi nyata UGM yang berdampak global. Semoga penghargaan yang diterima Prof. Wening menjadi semangat bagi seluruh civitas akademika UGM untuk membangun reputasi ketokohan di level global sehingga kelak UGM menjadi rujukan internasional untuk berbagai tantangan abad ke-21,” kata Wiratni.
Penghargaan dari U21 ini menambah deretan prestasi Wening, setelah sebelumnya menerima penghargaan Palmes Académiques dari Pemerintah Prancis pada Desember 2024 silam. Penghargaan tersebut merupakan bentuk apresiasi atas kontribusinya dalam mempromosikan budaya dan bahasa Prancis di Indonesia. Hal ini sekaligus memperkuat posisi Wening sebagai akademisi yang memiliki visi lintas batas, baik dalam konteks geopolitik maupun lintas disiplin ilmu. Dedikasinya membuktikan bahwa akademisi Indonesia mampu bersaing dan berkontribusi di panggung global.
UGM sendiri resmi bergabung dengan konsorsium global Universitas 21 pada Agustus 2023, menjadikannya satu-satunya perguruan tinggi dari Indonesia yang tergabung dalam jaringan ini. Keanggotaan ini membuka peluang bagi UGM untuk berkolaborasi dalam berbagai inisiatif internasional yang berfokus pada inovasi pendidikan, mobilitas mahasiswa, dan pengembangan kapasitas akademik. Dengan adanya penghargaan ini, relasi UGM dengan jaringan U21 diharapkan semakin erat dan berdampak langsung pada pengembangan kapasitas global sivitas akademika. Ini juga menjadi momentum penting untuk memperluas diplomasi akademik Indonesia.
Dalam pernyataannya usai menerima penghargaan, Wening menyampaikan bahwa penghargaan bukanlah akhir, melainkan dorongan untuk terus memperjuangkan pendidikan yang adil dan setara. Ia mengajak komunitas akademik untuk bersama-sama menciptakan masa depan yang lebih inklusif dan penuh harapan. “Semoga penghargaan ini menjadi panggilan untuk terus membangun komunitas akademik yang memberdayakan, menghubungkan, dan saling menguatkan. Bersama, kita bisa menciptakan masa depan di mana pendidikan benar-benar inklusif untuk semua,” harapnya.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Donnie