
Pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengizinkan uji klinis tahap tiga vaksin tuberculosis (TBC) M72 yang dikembangkan oleh Bill Gates dan Melinda Gates Foundation di Indonesia. Terkait rencana pelaksanaan uji klinis ini, menuai pro dan kontra di masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, dr. Riris Andono Ahmad, MPH, Ph.D., ahli epidemiologi dari Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM menyebut perbedaan pendapat tersebut sebagai hal yang wajar. Hal itu menurutnya menunjukkan perhatian yang luas dari masyarakat terkait uji vaksin ini.
Donnie, demikian ia akrab disapa, menyebut ada anggapan yang beredar bahwa masyarakat akan menjadi “kelinci percobaan” dalam uji klinis ini. Donnie menilai diksi tersebut tidak tepat dan seolah mengandaikan warga masyarakat tidak berdaya untuk menolak ketika diperlakukan apapun saat berpartisipasi. “Dalam konteks uji klinis, seseorang tidak bisa dipaksa untuk ikut, karena sifatnya sukarela. Bahkan ada syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga meskipun seseorang sudah sukarela, tetapi tidak memenuhi syarat, maka ia tetap tidak dapat berpartisipasi dalam uji klinis,” paparnya, Selasa (20/5).
Salah satu aspek yang paling banyak ditanyakan publik selama ini menurutnya adalah perihal keamanan uji klinis. Terkait aspek ini, Donnie menjelaskan bahwa uji klinis vaksin TBC telah melalui beberapa fase. Uji klinis yang akan dilakukan ini merupakan fase ketiga yang fokus pada efek yang dituju, yaitu vaksin ini benar-benar dapat mencegah terjadinya TBC. Ia meyakinkan bahwa uji terkait aspek keamanan sudah dilakukan di dua fase sebelumnya yang jika tidak terpenuhi maka tidak dapat dilanjutkan hingga ke fase ini. “Seluruh fase penelitian juga dilaksanakan dengan pengawasan dari badan-badan independen, baik di tingkat nasional maupun internasional, yang berperan mendeteksi adanya risiko yang mungkin terjadi,” katanya.
Indonesia merupakan negara dengan beban kasus TBC tertinggi kedua di dunia dengan satu juta kasus TBC di Indonesia setiap tahunnya dan angka kematian mencapai sekitar 130.000 jiwa. Oleh karena itu, Donnie menyebut Indonesia memiliki kepentingan terhadap uji klinis ini. Hal tersebut untuk memastikan bahwa vaksin TBC yang akan diujikan aman dan efektif untuk populasi di Indonesia. “Tingginya beban kasus TBC di Indonesia, tinggi pula kebutuhan terhadap vaksin ini untuk mencegah terjadinya penularan dan mengurangi kematian akibatnya,” terangnya.
Hal lain yang mengemuka di masyarakat adalah terkait urgensi terhadap vaksin TBC ini karena sebetulnya sudah ada vaksin BCG yang diberikan kepada anak-anak. Terkait hal tersebut, Donnie menyampaikan bahwa sejatinya vaksin BCG tidak memberikan proteksi penuh terhadap penularan. Manfaat vaksin BCG, sejatinya, untuk mengurangi derajat keparahan TBC pada anak-anak, tetapi tidak dapat melindunginya hingga dewasa dari penularan TBC. “Jadi, kita perlu vaksin yang lebih baik lagi untuk melindungi dari penularan. Namun untuk mendapatkannya, perlu dilakukan uji klinis terlebih dahulu,” imbuhnya.
Donnie turut menyinggung soal keterlibatan Bill Gates dalam uji klinis vaksin TBC ini di Indonesia. Ia melihat peran Bill Gates masih dalam koridor filantropi atau kemanusiaan. Menurutnya, Bill Gates telah menyumbangkan dana untuk pengendalian berbagai penyakit dan hal yang wajar pula jika ada pihak yang menuduhnya mengambil keuntungan dari aktivitasnya tersebut. Namun secara umum, Donnie berharap pro dan kontra tidak menghilangkan peluang untuk ikut menanggulangi penularan penyakit TBC. “Masyarakat perlu melihat bahwa ada manfaat dari uji klinis ini. Jika manfaat itu lebih besar dengan risiko yang dapat dikelola, maka alangkah baiknya untuk mendukung karena pada akhirnya yang akan merasakan manfaatnya adalah masyarakat Indonesia,” pungkasnya.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson