
Menjadi orang tua tunggal sejak ditinggal suami lima tahun lalu, Teluning (41) harus menghidupi keluarga besarnya dengan berjualan cireng, makanan khas sunda yang dibuat dari tepung tapioka yang digoreng. Penghasilannya dari berjualan cireng tidaklah seberapa, sekitar Rp 900 ribu per bulan.
Meski tinggal di Tompeyan, Tegalrejo, Kota Yogyakarta namun Teluning memilih berjualan cireng di Purwokerto di depan rumah peninggalan sang suami yang sudah jarang ditempati. Hampir setiap hari, ia memilih pulang pergi dari Yogyakarta ke Purwokerto.
Beruntung bagi Teluning, ia memiliki anak tunggal, Artita Lindu Rilawati (19) yang terbiasa mandiri. Apalagi Artita tinggal bersama dengan nenek, kakek dan tantenya. “Saya ingat pesan suaminya dahulu agar bisa menjaga dan membesarkan Artita sepenuh hati,” kata Teluning dengan mata berkaca-kaca, Selasa (24/6).
Ia bercerita bahwa sejak kecil Artita memang sudah mandiri dan memiliki cita-cita yang tinggi. Bahkan ia baru tahu Artita mendaftar kuliah ke UGM dan baru memberitahunya ketika sudah diterima. “Memang sejak kecil, karena cucu satu-satunya Artita ini selalu di rumah. Mandiri juga, tahu-tahu keterima di UGM, saya ini nggak ngeh,” kenangnya.
Sebagai anak tunggal, Artita merupakan cucu satu-satunya yang lebih suka beraktivitas di rumah bersama nenek, kakek, dan tantenya. Sejak ditinggal oleh almarhum suami tahun 2020, Ibunda Artita sehari-hari berjualan cireng di Purwokerto untuk menghidupi keluarga. Hampir setiap hari perjalanan Yogyakarta-Purwokerto membuatnya sering kehilangan waktu bersama Artita.”Saya merasa kehilangan waktu bersama, karena harus pergi pagi pulang malam,” katanya.
Artita Lindu Rilawati diterima sebagai mahasiswa prodi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Selain diterima tanpa tes, Artita juga mendapat beasiswa Uang Kuliah Tunggal (UKT) Pendidikan Unggul Bersubsidi 100% atau UKT nol dari Universitas Gadjah Mada. Baik Artita maupun sang ibunda cukup terkejut dan bersyukur karena mendapatkan bantuan beasiswa subsidi UKT 100% dari UGM. Artita mengucapkan syukur dan terima kasih diberi kesempatan untuk berkuliah secara gratis. “Saya sangat bersyukur sekali, bisa meringankan beban ibu untuk membiayai saya kuliah nanti,” katanya,
Artita mengaku sudah sejak di bangku SMA memiliki keinginan untuk berkuliah di ‘Kampus Biru’. Berbekal tekad kuat dan ketekunan dalam belajar sehingga langganan juara di kelas. Bahkan ia lulus dari SMAN 2 Yogyakarta dengan nilai yang memuaskan. Salah satu mata pelajaran favoritnya adalah sejarah Indonesia. Menurutnya, ada keasyikan tersendiri dalam memahami pola perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia mulai dari zaman penjajahan hingga reformasi. Namun Artita juga tidak luput untuk meningkatkan nilai mata pelajaran lainnya. Ia bahkan memiliki strategi belajar sendiri yang diterapkan sehari-hari. “Biasanya latihan soal-soal pakai buku sama hp, setiap hari di ruang tamu ini,” ucapnya sembari menunjukan mejanya yang dipenuhi buku-buku latihan soal dan rumus.
Sebagai siswa berprestasi, Artita ternyata memiliki ketertarikan di bidang seni. Ia suka menggambar dan melukis di tengah-tengah suntuknya belajar. Tak hanya itu, Artita juga aktif menekuni kegiatan tari tradisional di sekolah. Ia kembali mengenang pengalamannya tampil di event sekolah membawakan tarian Harmoni Nusantara dan membawakan tarian kecak ketika menghadiri even di sekolah.
Pengalaman tampil paling berkesan menurutnya adalah ketika ia diberi kesempatan menampilkan tari Blantek dari Betawi di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Baginya kala itu suasananya sangat berbeda dengan pengalaman tampil sebelumnya. “Kalau sebelum ini di sekolah-sekolah jadi nuansanya familiar, kalau yang di Vredeburg lebih grogi karena penontonnya dari luar,” kenangnya.
Ketertarikannya pada seni tari, Artita memiliki berencana untuk bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kesenian yang bisa mengakomodasi hobinya ini.
Ia menyampaikan pesan ke teman-teman seperjuangannya agar jangan pernah menyerah karena terhalang ekonomi. Siapapun bisa mewujudkan cita-citanya apabila memiliki tekad dan doa yang kuat. “Jangan ragu dan jangan takut, buat teman-teman karena apapun selama berusaha pasti ada jalannya,” pungkasnya.
Penulis : Tasya
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie