
Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM bekerja sama dengan Yamaguchi University dan Japan International Cooperation Agency (JICA) sepakat untuk meningkatkan manajemen reproduksi sapi potong milik peternak skala kecil di Kabupaten Gunungkidul melalui penguatan teknologi, pelatihan, dan kolaborasi penelitian internasional. Hal itu mengemuka dalam penutupan rangkaian kegiatan ICA Grass-Root Project, Rabu (2/7) di Gunungkidul.
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof. Teguh Budipitojo, mengatakan kerja sama peningkatan manajemen peternakan sapi untuk kesejahteraan petani ini dilaksanakan sejak pertengahan Juli tahun 2022 pada kelompok peternak lokal di 18 kecamatan di Gunungkidul. “Hasil dari implementasi kerjasama diharapkan bisa memberikan manfaat langsung bagi masyarakat,” kata Teguh.
Teguh menerangkan program ini mengimplementasikan teknologi inseminasi buatan dengan metode sinkronisasi estrus yang telah terbukti meningkatkan tingkat kebuntingan dan kelahiran pedet. Setiap tahun, sekitar 120 ekor sapi dari enam UPT Puskeswan dilibatkan dalam program ini. Bahkan melibatkan sebanyak 79 petugas yang terdiri dari dokter hewan, inseminator, dan pejabat teknis memperoleh pelatihan intensif, bahkan beberapa di antaranya telah mengikuti pelatihan langsung di Jepang.
Dalam kesempatan itu, Teguh berharap agar JICA dapat terus memberikan dukungan, sebagaimana yang telah dilakukan pada banyak proyek serupa di Indonesia.
Perwakilan JICA Indonesia, Yosuke Saka, memberikan apresiasi atas kolaborasi yang telah terjalin antara pihak Jepang dan Indonesia, khususnya UGM dan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Menurutnya, melalui pendekatan dan kerja sama multi-sektor, program ini tidak hanya meningkatkan efisiensi reproduksi sapi, tetapi juga memperkuat kapasitas teknis petugas lapangan dan membangun sistem manajemen data hewan yang lebih baik.
Dosen Departemen Reproduksi dan kebidanan FKH UGM, Prof. Agung Budiyanto, mengatakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat terus dilanjutkan dengan berbagai hasil capaian yang sudah didapat sebelumnya, terkait peningkatan jumlah areal dan jumlah populasi sapi yang dilibatkan, peningkatan jumlah petugas IB dan dokter hewan yang dilibatkan. “Terakhir, kita juga melakukan peningkatan kegiatan reproduksi berupa semen sexing dan genomic mapping sapi PO,” ungkapnya.
Sementara Dr. Masayasu Taniguchi dari Faculty of Veterinary Medicine, Yamaguchi University memaparkan hasil evaluasi efektivitas program inseminasi buatan berbasis waktu tetap. Menurutnya, ukuran ovarium sebagai indikator keberhasilan inseminasi dan menyarankan pendekatan ini menjadi acuan bagi program serupa di masa depan. kami menemukan hubungan yang jelas antara ukuran ovarium dan tingkat kebuntingan dan solusinya adalah meningkatkan pembiakan sehingga kami harus fokus pada ukuran ovarium selain skor kondisi tubuh (BCS),” paparnya.
Bupati Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih turut menyampaikan komitmennya untuk melanjutkan hasil baik dari program ini dalam bentuk regulasi dan dukungan program daerah. Di antaranya termasuk Peraturan Bupati tentang penanganan hewan ternak yang sakit atau mati serta penyusunan strategi vaksinasi ternak yang lebih efektif. “Kita ingin adanya kolaborasi berkelanjutan antara universitas, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam membangun peternakan rakyat yang lebih mandiri, sehat, dan berdaya saing tinggi,” ujarnya.
Seperti diketahui, rangkaian kegiatan ICA Grass-Root Project ini tidak hanya meliputi kegiatan pelatihan dan pendampingan, program ini juga mendorong penguatan edukasi melalui kuliah umum, webinar, serta kerjasama penelitian antara peneliti Indonesia dan Jepang. Beberapa penelitian yang dihasilkan mencakup deteksi molekuler penyakit reproduksi pada ruminansia, serta publikasi dalam forum ilmiah nasional dan internasional.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson