
Sebagaimana diketahui Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekayaan alam dan keragaman masyarakat adat yang menghadapi tantangan dalam menyesuaikan perkembangan dunia modern dengan aturan adat istiadat yang sudah ada sejak lama. Dalam satu sisi, eksistensi masyarakat adat merupakan perwujudan dari keberagaman dan ciri khas nasional yang harus mendapatkan kesejahteraan. Namun pada kenyataannya, praktik-praktik hukum, kebebasan berekspresi, bahkan kepemilikan lahan seringkali merugikan dan menimbulkan ketidakadilan.
Hal itu mengemuka dalam diskusi yang bertajuk Persimpangan antara Pembangunan dan Representasi Masyarakat Adat dalam kunjungan delegasi Fisipol UGM dengan University of Melbourne, Australia dalam memperingati kolaborasi 5th Australia-Indonesia in Conversation (AIC), Rabu (9/7) lalu.
Panel pertama bertajuk bertema “Persimpangan antara Pembangunan dan Representasi Masyarakat Adat”, menyoroti ketimpangan struktural yang masih dihadapi komunitas adat dalam pembangunan. Hadir sebagai keynote speakers yaitu James Blackwell dari Australian National University dan Dr. Bahruddin dari Fisipol UGM.
Bahrudin menyampaikan soal ketertinggalan masyarakat adat dengan masyarakat di daerah urban. Menurutnya, pembangunan seringkali masih berorientasi pada kemajuan daerah perkotaan, sedangkan masyarakat di daerah suburban, pedalaman, dan 3T belum mendapatkan pembangunan yang sesuai karakteristik daerahnya. “Sudah saatnya pembangunan juga memprioritaskan masyarakat adat agar tidak mengalami ketertinggalan dari semua aspek,”katanya dalam keterangan yang dikirim ke wartawan, Senin (21/7) .
Dekan Fisipol UGM Dr. Wawan Mas’udi menuturkan kolaborasi antar perguruan tinggi dalam AIC 2025 menekankan pentingnya pembahasan diskursus isu strategis sebagai langkah kontribusi sektor akademik di dalam tata kelola kebijakan pemerintah. Pembahasannya dinilai sangat penting di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan tantangan demokrasi global, kolaborasi akademik seperti AIC menjadi salah satu jalan untuk menciptakan masa depan yang lebih adil, setara, dan berkelanjutan. “Saya ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada seluruh tim dari kedua institusi yang telah menunjukkan komitmen dan dedikasi luar biasa dalam memperkuat kerja sama ini dan kemitraan yang terus terjaga ini,” ungkapnya.
Menurut Dekan, Ajang AIC ini merupakan bentuk kerja sama internasional antar perguruan tinggi yang digelar setiap tahun guna membahas isu-isu strategis nasional dan global. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh para pimpinan institusi dan perwakilan diplomatik, di antaranya Prof. Jennifer Balint selaku Deans UoM Arts, Dr. Siswo Pramono selaku Duta Besar RI untuk Australia dan Rod Brazier selaku Duta Besar Australia untuk Indonesia.
Sementara beberapa pembicara dalam panel diskusi diantaranya Dr. Justin Wejak dari University of Melbourne, Nur Abdiansyah dari Universitas Negeri Makassar, Abdi Karya selaku seniman dan pengelola program budaya, Makassar, Prof. Kristen Smith dari University of Melbourne dan Dr. Fina Itriyati dari Fisipol UGM).
Penulis : Tasya
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Dok. Fisipol UGM