
Sandang menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia dan keberagaman sandang di Indonesia amatlah kaya. Akan tetapi, pergeseran pola selera masyarakat membuat mode khas Indonesia ini tergeser. Hal inilah yang diangkat dalam lokakarya bertajuk “Revitalisasi Budaya Sandang: Memperkuat Jalinan Industri Mode Berbasis Tradisi dan Warisan Keanekaragaman Hayati” yang digelar pada Sabtu (19/7) di Ruang Multimedia, Gedung Pusat UGM.
Chandra Kirana selaku perwakilan Yayasan Sekar Kawung dan Alumnus UGM menjelaskan bahwa tradisi sandang yang dimiliki Indonesia amatlah kaya, meski kini kerap dilupakan. Beberapa upaya coba dilakukan agar dunia mode Indonesia yang berbasis kebudayaan lokal mampu mengejar tren busana. Padahal tren mode lokal sudah terinternalisasi dan pakem pada masyarakat. “Untuk itulah, mode di Indonesia harus digali kembali agar mampu mengenali kembali budaya sandang di Nusantara,” sebutnya.
Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha dan Kerja Sama, Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc. yang menyatakan lokakarya seperti ini menjadi sebuah hal yang penting sebab menjadi jalinan sinergi antarlembaga dalam merevitalisasi budaya sandang. “UGM turut memberikan perhatian terhadap isu ini sebab sandang tidak hanya bagian dari budaya saja, tetapi juga menjadi identitas bangsa,” tuturnya.
Lokakarya ini dibagi ke dalam empat sesi yang menghadirkan pakar di masing-masing bidang. Salah satunya seperti Lila Imelda Sari yang melalui usahanya yang bernama Lemari Lila yang mengembangkan berbagai jenis kebaya. Desainer busana lainnya, Anthok Kalarie turut hadir menceritakan pengalamannya membuat motif busana dengan memanfaat ecoprint.
Prof. Edia Rahayuningsih, Guru Besar dalam bidang Teknik Kimia, Fakultas Teknik UGM, memaparkan mengenai pentingnya penggunaan pewarna alami dari Indonesia yang mana menjadi penghasil warna alami biru Indigo terbesar di dunia. Risetnya dalam beberapa tahun terakhir mengenai pewarna alami mengantarkannya aktif dalam Indonesia Natural Dye Institute (INDI) UGM, sebuah lembaga penelitian multidisiplin yang mengkaji pemerolehan warna-warna alami di Indonesia. Perjuangannya dan INDI tidaklah sia-sia dengan keterlibatan mereka sebagai UNESCO Chair on Research and Education. “Semua ini kembali lagi perlu tiga hal utama, sabar, telaten, dan semangat berkolaborasi,” ucapnya.
Sementara Prof. M. Baiquni, Ketua Dewan Guru Besar UGM menyatakan kegiatan ini dihadirkan sebagai bentuk komunikasi terhadap alumni yang di berbagai bidang sekaligus bagian dari kolaborasi membentuk kekuatan.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson