Wakil Ketua Satgas Omnibus Law, Boby Gafur Umar, menyebutkan upaya penyederhanaan regulasi melalui omnibus law merupakan terobosan pemerintah untuk mengatasi kendala tidak tumbuhnya investasi di Indonesia.
“Regulasi dan institusi jadi persoalan terbesar minimnya investasi di Indonesia dan ini akan dijawab dengan diterbitkannya omnibus law cipta kerja. Kendala lain adalah persoalan makro fiskal dan nantinya akan diterbitkan omnibus law perpajakan,”paparnya, Kamis (13/2) dalam seminar Peluang dan Tantangan Menuju Omnibus Law di Indonesia di Fakultas Hukum (FH) UGM.
Dia mengatakan banyak peraturan perundangan yang masih disharmonis dan tidak efisien serta perizinan yang berbelit di tanah air yang menghambat pertumbuhan investasi. Omnibus law dinilai menjadi sebuah terobosoan yang mampu mengatasi persoalan tersebut.
“Tujuannya menghilangkan tumpang tindih antara peraturan dan undang-undang sehingga diharapkan tercipta efisiensi proses dan menghilangkan ego sektoral,”tuturnya.
Tidak sedikit perusahaan besar yang sebelum memutuskan investasi di sejumlah negara Asia Tenggara melirik ke Indonesia. Namun, pada ujungnya tidak berinvestasi karena persoalan perizinan yang sangat berbelit.
Dia mencontohkan untuk berinvestasi di sektor migas harus melalui lebih dari 200 perijinan untuk bisa memulai bisnis. Salah satu izin yang harus diambil seperti Amdal prosesnya memakan waktu lama sekitar 1-2 tahun.
“Investor pasti pergi dengan perizinan seperti ini, kalau di tempat lain proses perizinan mingguan saja bisa keluar. Kondisi ini menjadikan tidak ada investor besar masuk ke Indoensia dalam 15 tahun terakhir,” terangnya.
Guna mengatasi penghambat pertumbuhan ekonomi tersebut pemerintah merancang konsep melakukan penyederhanaan dan harmonisasi perundang-undangan yang berlaku melalui omnibus law cipta kerja dan omnibus law perpajakan. Meskipun begitu, terdapat beberapa kendala dalam omnibus law seperti membutuhkan banyak waktu untuk mereview, merevisi, dan menyosialisasikannya satu persatu 1.203 pasal dalam 79 UU.
“10 tahun tidak akan selesai karenanya pemerintah coba mempercepat dengan masukan ke DPR. Harapannya dalam waktu dekat ada ruang terbuka bagi semua pihak untuk berdiskusi dan memberi masukan DPR,” ungkapnya.
Sementara Guru Besar Hukum Bisnis FH UGM, Prof. Dr. Sulistiowati, S.H., M.Hum, menyebutkan kemudahan menjalankan usaha di Indonesia masih sangat jauh di bawah negara-negara ASEAN. Hal tersebut dikarenakan kompleksitas dan obesitasi regulasi. Data Kemenkumham per 23 Januari 2020 mencatat terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah yang banyak terjadi tumpang tindih.
“Terjadi over regulated disini dan kalau dibedah semua peraturan perundangan ini tidak memberikan kepastian hukum dalam berusaha,” jelasnya.
Sulistiwoati menyebutkan peringkat kemudahan berusaha di Indonesia tergolong rendah. Peringkat kemudahan berusaha (ease of doing bussines) yang dirilis World Bank menyebutkan saat ini posisi Indonesia berada di urutan 73 dunia. Sementara posisi pertama diduduki Selandia Baru dan diikuti Singapura di urutan kedua.
“Negara-negara yang memiliki rangking tinggi ini melakukan deregulasi dan debirokratisasi sehingga mendongkrak peringkat kemudahaan berusaha di negaranya,” terangnya.
Dia melihat konsep omnibus law yang digulirkan pemerintah ditujukan untuk mendorong investasi. Upaya penggabungan dan penyederhanaan regulasi dari berbagai peraturan yang banyak dan tumpang tindih ini diharapkan mampu membuat iklim investasi semakin meningkat di Indonesia.
Namun, dia mengingatkan pemerintah dalam implementasi nantinya perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan identifikasi dan pemetaan secara komprehensif sehingga dapat menciptakan efisiensi dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Konsep omnibus law harus diimbangi dengan sinergi adminsitrasi di setiap Kementerian/Lembaga sehingga ego sektoral akan terkikis yang harapannya akan menstimulasi investasi masuk ke tanah air,” jelasnya
Kendati begitu, dia mengingatkan ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi di dalamnya. “ Kalau konsep omnibus law ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian dengan identifikasi dan pemetaan komprehensif harapannya bisa menciptakan efisiensi dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” katanya.
Tak hanya itu, tantangan kedepan juga perlu menyelaraskan upaya harmonisasi dalam omnisbus law dengan pembangunan berkelanjutan. Menurutnya, tiga pilar pembangunan berkelanjutan harus menjadi dasar dalam omnibus law.
“Omnibus law ini ditujukan untuk mengundang investasi masuk. Namun, jangan lupa omnibus law bukan hanya untuk generasi sekarang, tetapi yang terpenting generasi mendatang sehingga 3 pilar sustainable development, yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan harus jadi dasarnya,” paparnya. (Humas UGM/Ika)