
Mubyarto merupakan salah dosen ekonomi UGM pada tiga dekade lalu dikenal sebagai pemikir Ekonomi Pancasila . Tidak hanya dalam tataran teori, namun ia telah mempraktikan ekonomi sosial di tengah masyarakat. Pemikirannya yang bernas soal Ekonomi pancasila yang berlandaskan pada pasala 33 UUD 1945 selalu menjadi rujukan bahwa pembangunan ekonomi sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang mengedepankan keadilan ekonomi.
“Lebih dari separuh hidupnya tercurah untuk menggagas sekaligus mempraktikan ekonomi Pancasila,” ujar Dr. Dumairy, M.A, peneliti senior Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Selasa (12/8), dalam peluncuran buku berjudul Kehidupan dan Perjuangan MUBYARTO: Pemikir-Perintis Ekonomi Pancasila. Peluncuran dalam memperingati ulang tahun yang ke 24, Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (PUSEKRA-UGM), sekaligus memperingati 123 tahun kelahiran Bung Hatta.
Dumairi menandaskan membicarakan Ekonomi Pancasila tidak lepas dari nama Mubyarto. Ia bukan sosok pertama yang mencetuskan gagasan itu, juga bukan orang pertama yang menggunakan frasa tersebut, namun dialah orang yang sejauh ini sebagai tokoh utama perihal Ekonomi Pancasila. Kembali ia tandaskan, Prof Muby tidak hanya berpikir tentang konsep tetapi sudah mempraktikannya lewat sebuah lembaga yang tidak kaleng-kaleng berskala nasional. “Di Bappenas, dan itu sudah menjadi acuan bagi banyak pihak. Bahkan beberapa negara pun telah mempelajarinya”, terangnya.
Sebagai penulis buku tersebut, Dumairy menjelaskan secara ringkas bagian pertama buku bercerita dengan nuansa semi-biografi Mubyarto, sementara di bagian kedua buku berisi pikiran-pikiran almarhum dari sejumlah tulisan dan makalah prasaran di berbagai forum ilmiah terutama di tahun terakhir sebelum Mubyarto wafat pada tahun 2005. “Meskipun telah banyak buku dan artikel tentang Ekonomi Pancasila yang dipublikasikan almarhum, namun ada banyak pula naskah yang belum sempat diterbitkan semasa hidupnya. Di bagian pertama buku tentu bisa menarik bagi siapa saja yang ingin mempelajari gagasan besar seorang tokoh. Seringkali pembaca merasa perlu mengenali kepribadian dan latar belakang tokoh tersebut. Siapa sosok atau pribadi, kapan dilahirkan, latar belakang sosial-budayanya seperti apa, bagaimana pendidikan, karier, dan kiprahnya di masyarakat dan seterusnya,” terangnya.
Dumairi menambahkan salah satu gagasan Prof. Muby adalah penerapan Ekonomi Pancasila dengan melaksanakan Pasal 33 UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa hasil bumi dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat, dan pendapatan negara ditopang oleh kekayaan sumber daya alam yang dimiliki. “Sayang, kondisi saat ini berbalik. Hasil bumi bukan sebagai penopang, justru pendapatan APBN mengandalkan pajak. Dimana 80 persen lebih pendapatan APBN kita saat ini berasal dari pajak”, terangnya.
Plt Kepala PUSEKRA UGM, Dr. Rachmawan Budiarto menyambut baik peluncuran buku Kehidupan dan Perjuangan MUBYARTO: Pemikir-Perintis Ekonomi Pancasila dalam rangka ulang tahun yang ke 24, Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (PUSEKRA-UGM) sekaligus sekaligus memperingati 123 tahun kelahiran Bung Hatta. “Mengapa di sini disebut ulang tahun ke-24 Pusat Sudi Ekonomi Kerakyatan? Padahal di tahun 2001 Prof. Mubyarto mendirikan Pusat Studi Ekonomi Pancasila. Nama PUSEKRA inipun dulunya Pusat Sudi Ekonomi Pancasila yang kita peringati ulang tahun ke-24 saat ini. Ini tentu melambangkan idealisme kita semua”, paparnya.
Meski berganti nama, dan berdinamika di tahun 2006, Rachmawan mengaku hati mereka dan peneliti lain di PUSEKRA UGM adalah sebagai penerus Ekonomi Pancasila. Walaupun secara formal sebagai Pusat Sudi Ekonomi Kerakyatan UGM, tetapi mereka mengaku tetap menjadi bagian dan mempertahankan idealisme tersebut. “Kamilah penerus dari ekonomi Pancasila yang saat itu didirikan oleh Prof Mubyarto. Jadi hari ini, sekali lagi orang-orang keras kepala ini yang sangat diharapkan oleh Republik Indonesia akan berkumpul untuk merefresh dan saling menyemangati kita semua. Ini momentum yang saya pikir sulit untuk kita lewatkan. Ada kejenuhan kita terhadap beberapa problem yang kita hadapi saat ini, semisal kemiskinan yang angkanya pun masih kita perdebatkan, ada yang percaya, ada yang tidak”, ungkapnya.
Penulis : Agung Nugroho