
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM kembali menambah jajaran guru besar aktifnya melalui pengukuhan dua guru besar baru, Selasa (12/8). Kedua Guru Besar tersebut adalah Prof. Dr. Drs. Winarto Haryadi, M.Si., yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Kimia Bahan Alam Tumbuhan Tropis dan Pengembangan Senyawa Obat Baru dan Prof. Dr.rer.nat. Nurul Hidayat Aprilita,S.Si., M.Si yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Kimia Analitik. Dengan demikian, saat ini UGM memiliki 540 guru besar aktif, sementara FMIPA UGM mencatat 57 guru besar aktif dari total 77 guru besar yang pernah dimiliki.
Dalam orasi ilmiahnya berjudul “Pengembangan Senyawa Aktif Bahan Alam sebagai Sumber Bahan Baku Obat Masa Depan”, Winarto menekankan bahwa Indonesia memiliki semua modal dasar untuk menjadi pusat pengembangan bahan baku obat dunia. Menurutnya, negara ini memiliki kekayaan biodiversitas, pengetahuan tradisional yang diwariskan turun-temurun, dan sumber daya manusia peneliti yang terus berkembang. “Tantangan terbesarnya adalah bagaimana menyatukan semua potensi itu dalam satu visi, kemandirian inovasi berbasis senyawa aktif dari bahan alam Indonesia,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pengembangan senyawa aktif dari bahan alam merupakan upaya ilmiah yang kompleks dan terintegrasi, meliputi alur riset ekstraksi, fraksinasi, isolasi, elusidasi struktur, uji bioaktivitas, dan kajian in silico melalui kimia komputasi dan bioinformatika. Hasilnya, ia menemukan bahwa senyawa baru turunan eritromisin memiliki potensi antibiotik yang unggul. Risetnya juga menunjukkan bahwa terdapat senyawa obat baru pada jamur endofit sebagai antikanker. Bahkan hewan laut invertebrata turut memberikan sumbangsih penemuan senyawa bioaktif dari spons A. suberitoides yang terbukti berpotensi dikembangkan sebagai bahan aktif pengobatan malaria.
Lebih dari itu, Winarto turut mengkaji dua spesies tanaman potensial, yakni buas-buas (Premna serratifolia) dan bangun-bangun (Coleus amboinicus). Tumbuhan buas-buas digunakan masyarakat Kalimantan Barat untuk sayuran sekaligus pengobatan hipertensi. Sedangkan tumbuhan bangun-bangun dikenal masyarakat Batak untuk memperlancar produksi ASI. Berdasarkan uji laboratorium, senyawa bioaktif dari bangun-bangun terbukti berpotensi sebagai antikanker, terutama terhadap sel kanker payudara, prostat, dan serviks. “Pengembangan bahan alam ini bukan sekadar penelitian, tetapi langkah strategis menuju kedaulatan farmasi nasional,” tegasnya.
Sementara itu, Nurul Hidayat Aprilita dalam orasinya bertajuk “Modifikasi Limbah Padat Industri untuk Menangani Polutan Kimia Logam Berat Berbahaya dan Zat Warna” menyoroti potensi besar limbah padat industri untuk diolah menjadi bahan penyerap berbiaya rendah. Menurutnya, limbah seperti slag nikel, abu dasar dan abu layang batubara, serta slag baja tersedia melimpah sebagai hasil samping proses industri. Melalui modifikasi kimia dengan asam atau basa serta fungsionalisasi menggunakan polimer atau senyawa pengompleks, kapasitas adsorpsi limbah ini terhadap logam berat dan zat warna sintetis dapat ditingkatkan secara signifikan.“Teknologi ini sejalan dengan konsep ekonomi sirkular dan kimia hijau, yang menekankan penggunaan kembali, pengurangan limbah, dan keberlanjutan lingkungan,” ujarnya.
Nurul menekankan bahwa teknologi ini dapat diaplikasikan dari skala laboratorium hingga industri, dengan proses sederhana dan bahan baku lokal yang mudah diperoleh. Ia menambahkan, inovasi ini sangat prospektif bagi negara berkembang seperti Indonesia karena ketersediaan bahan bakunya melimpah, teknologinya mudah diterapkan, dan berdampak besar terhadap kualitas lingkungan.
Penulis : Bolivia Rahmawati
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto