
Komika sekaligus penulis buku Raditya Dika, membagikan beberapa tips dalam pengelolaan uang untuk para mahasiswa ditengah maraknya fenomena Fear Of Missing Out (FOMO). Hal ini ia sampaikan dalam acara Talkshow bertajuk “Menghindari Budaya FOMO dalam Keuangan dengan Pendekatan YOLO yang Sehat dan Terencana” yang digelar oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), di GSP UGM, Rabu (13/8).
Menurut Radit, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh para generasi muda agar lebih bijak mengatur kemampuan finansialnya. Sebelum masuk ke strategi teknis, yang pertama setiap orang perlu menghilangkan pola pikir self-serving bias. “Banyak orang terjebak di pola pikir ini. Kalau kita selalu merasa salahnya ada di luar diri kita, kita nggak akan pernah bisa berkembang. Padahal, kalau kita mau jujur sama diri sendiri, kita bisa berpikir, ‘Pemasukan saya cuma segini, berarti berapa yang harus disisihkan?’” tuturnya.
Yang kedua, penting untuk memahami opportunity cost, yakni setiap pilihan yang diambil, selalu ada pilihan lain yang dilepas. Radit mengatakan bahwa ia mengambil prinsip ini untuk kehidupannya. Ia memberikan contoh, uang 50 ribu yang dipakai untuk membeli hal yang tidak dibutuhkan, sebenarnya dapat ditabung untuk masa depan. “Saya pribadi, kalau ingin beli barang, sering saya “bawa tidur” dulu. Karena ketika bangun besoknya keinginan itu hilang dan akhirnya tidak jadi beli,” katanya yang memicu gelak tawa dari audiens.
Tips ketiga, lanjut Radit, adalah membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Menurutnya, kebutuhan adalah sesuatu yang jika tidak terpenuhi akan mengganggu kehidupan, sedangkan keinginan sering kali hanya didorong oleh rasa ingin memiliki. Ia juga menekankan pentingnya mencatat seluruh pengeluaran setiap hari. Bahkan ia masih menerapkan hal ini di keluarganya hingga sekarang. “Setiap tanggal 28, istri saya kirim laporan pengeluaran. Jadi kita tahu posisi keuangan dan bisa membuat rencana, termasuk untuk pensiun,” ungkapnya.
Selanjutnya, Raditya Dika mengingatkan agar generasi muda menyiapkan dana darurat dan memiliki asuransi kesehatan sebelum mulai berinvestasi. Ia juga mendorong audiens untuk berinvestasi pada keterampilan terlebih dahulu. Baginya, kemampuan yang terus diasah akan meningkatkan nilai diri dan membuka peluang penghasilan yang lebih besar. “Investasi di skill itu penting. Misalnya ikut pelatihan, belajar komunikasi, atau keterampilan yang relevan dengan pekerjaan,” katanya.
Kepala Departemen Komunikasi AAJI, Karin Zulkarnaen, berharap melalui acara ini agar para mahasiswa semakin paham bagaimana cara mengelola keuangan, menyiapkan budget sehari-hari, bisa memulai memiliki tabungan, mulai memiliki investasi dan juga asuransi, dan pastinya bisa memisahkan antara apa yang merupakan kebutuhan dan apa yang merupakan keinginan. “Jadi tidak hanya hanyut dalam era konsumerisme ya, kita jadi belanja karena ikut-ikutan, tapi benar-benar belanja karena itu merupakan betul-betul kebutuhan,” harapnya.
Penulis : Lintang Andwyna
Editor : Gusti Grehenson
Foto : IG Raditya Dika