
Tim KKN-PPM UGM Karsa Saka 2025 melaksanakan program inovatif dengan memanfaatkan limbah abu terbang dan abu dasar (fly ash dan bottom ash/FABA) dari PLTU Sudimoro, Pacitan. Program ini lahir dari kebutuhan mendesak akan infrastruktur jalan yang aman bagi warga, mengingat kondisi jalan desa di Pagerkidul dan Pagerlor sudah lama mengalami kerusakan parah. Situasi ini menimbulkan keresahan karena jalan yang rusak memperlambat mobilitas dan meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas. “Hal ini mendorong kami memilih tema pemanfaatan FABA sebagai material alternatif pengecoran jalan,” ujar Muhammad Bafaqih Rizal Hunafa, mahasiswa Departemen Teknik Sipil Sekolah Vokasi UGM, saat diwawancara Rabu (27/8).
Pemilihan program ini tidak hanya mempertimbangkan ketersediaan limbah dari PLTU, tetapi juga relevan dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Keberadaan material alternatif tersebut memberi peluang bagi pembangunan yang lebih hemat biaya dan ramah lingkungan. Selain itu, program ini selaras dengan prioritas desa untuk memperlancar akses menuju sekolah, pasar, dan pusat layanan kesehatan. “Kami melihat adanya peluang besar memanfaatkan limbah ini untuk mendukung pembangunan berkelanjutan desa,” kata Ayu Afdha Fadia, anggota tim KKN.
Dalam pelaksanaannya, mahasiswa memadukan pendekatan inovatif dan teknologi tepat guna. Mereka mengombinasikan abu terbang dan abu dasar dengan semen, pasir, serta kerikil untuk menghasilkan campuran yang kuat dan sesuai standar. Pendekatan ini juga diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada material alam yang biayanya semakin mahal. “Teknologi tepat guna ini jadi solusi baru yang bisa dimanfaatkan masyarakat,” jelas Aisha Razita Khairani, mahasiswa Sekolah Vokasi UGM.
Program ini juga menekankan pentingnya kolaborasi antara mahasiswa, masyarakat, dan mitra eksternal. Keterbatasan sumber daya di lapangan diatasi dengan mengedepankan semangat gotong royong warga yang ikut aktif dalam setiap proses pembangunan. Dukungan PLTU berupa material dan pendampingan teknis turut memperkuat keyakinan bahwa program dapat dilanjutkan secara berkelanjutan. “Masyarakat ikut terlibat langsung mulai dari kerja bakti hingga proses pengecoran jalan,” tambah Aisha.
Manfaat nyata mulai dirasakan setelah program berjalan. Jalan desa sepanjang kurang lebih 600 hingga 1.000 meter berhasil diperbaiki sehingga mobilitas warga jauh lebih lancar. Kondisi ini juga berdampak positif pada aktivitas ekonomi karena pedagang, petani, dan pelajar dapat lebih mudah mengakses berbagai tujuan. “Banyak pelaku ekonomi seperti pedagang, petani, hingga pelajar kini lebih mudah bermobilitas,” tutur Vivi Aryanti, mahasiswa anggota tim.
Keberlanjutan program dijamin karena pemerintah desa telah memasukkan rencana pembangunan jalan berbasis abu terbang dan abu dasar dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Selain itu, pengajuan kerja sama lanjutan dengan PLTU juga sudah dilakukan untuk tahun 2025 sehingga manfaatnya tidak berhenti pada periode KKN. Dukungan perangkat desa, karang taruna, dan swadaya masyarakat menjadi modal penting agar program terus berjalan. “Kami berharap inovasi ini terus dilanjutkan sehingga manfaatnya bisa dirasakan lebih luas oleh masyarakat desa,” tutur Bafaqih.
Untuk memperkuat program tersebut, tim KKN juga melakukan asesmen jalan menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI). Hasil survei yang disusun oleh Bafaqih bersama Ayu Afdha menunjukkan kondisi rata-rata jalan desa berada pada kategori ‘Rusak Parah’ dengan nilai PCI 18,50. Temuan ini memperlihatkan bahwa perbaikan jalan sangat mendesak demi memperlancar distribusi hasil pertanian dan akses ke layanan dasar. “Berdasarkan asesmen ini, kami merekomendasikan rehabilitasi jalan dengan memanfaatkan FABA sebagai alternatif material yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan,” pungkas Bafaqih.
Penulis : Triya Andriyani
Foto. : Pacitanku.com