
Area Kampus UGM terlihat lengang setelah diberlakukannya kebijakan kuliah daring selama empat hari, 1-4 September mendatang. Kebijakan ini tertuang dalam surat edaran resmi UGM yang ditandatangani oleh Wakil Rektor UGM Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Prof. Wening Udasmoro pada 31 Agustus lalu dalam rangka menjaga kondusifitas kampus di tengah memanasnya gejolak aksi demonstrasi yang makin memanas dan meluas dalam belakangan ini.
Pada hari pertama dan kedua diberlakukannya kebijakan ini, area perpustakaan pusat UGM terlihat sangat sepi. Pak Gundul, salah satu petugas K5L yang berjaga, mengatakan bahwa kondisi ini tidak seperti biasanya. “Mahasiswa tentu tidak ke kampus karena mengikuti himbauan surat edaran,” jelasnya, Selasa (2/9).
Kalaupun ada, katanya, biasanya mahasiswa tingkat akhir yang punya kebutuhan mendesak, seperti mengakses skripsi atau disertasi.
Suasana nampak lengang juga terlihat di Kantong Parkir Pusat Jajan Lembah dan Utara Masjid Kampus. Biasanya, kedua area ini selalu dipenuhi oleh sepeda motor mahasiswa dan pengunjung yang berhimpitan, tetapi kini hanya terlihat kurang dari 100 motor saja yang terparkir. Kondisi ini tidak lepas dari penutupan pintu utama Boulevard UGM dan Gerbang Notonagoro yang biasanya menjadi akses utama menuju area tersebut.
Mahasiswi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Clarisa Tyuardani, menyayangkan situasi ini. Meski demikian, ia merasa kebijakan ini tepat demi keselamatan dan keamanan mahasiswa. Ia sendiri mengaku sedang berkonsultasi dengan pihak kampus membahas terkait penjadwalan ulang kegiatan Misa Syukur yang seharusnya digelar di Grha Sabha Pramana pada 4 September mendatang. Ia berharap, unjuk rasa yang berlangsung tidak merugikan pihak lain atau masyarakat umum. “Situasi bisa kembali kondusif, perkuliahan luring dapat dimulai, dan berbagai acara bisa kembali terlaksana,” katanya.
Di lokasi terpisah, Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Rendy, menyampaikan pendapat yang senada. Ia berharap isu-isu yang beredar segera teratasi, agar kegiatan belajar mengajar bisa kembali dilaksanakan secara maksimal di kelas. Menurutnya, meski pembelajaran daring kurang efektif, kebijakan ini sudah tepat. “Mengingat meluasnya unjuk rasa dan penetapan beberapa area di sekitar kampus sebagai zona merah,” ujarnya.
Juru Bicara UGM, Dr. I Made Andi Arsana, menjelaskan bahwa kebijakan kuliah daring ini diambil sebagai respons UGM atas perkembangan situasi sosial dan politik Indonesia belakangan ini. “Demi menjaga keselamatan sivitas dan masyarakat, UGM mengambil langkah ini,” tuturnya dalam siaran pers UGM.
Made Arsana berharap mahasiswa dapat senantiasa menjaga diri dan memperhatikan perkembangan situasi di lingkungan masing-masing.
Penulis : Aldi Firmansyah
Editor : Gusti Grehenson