
Satu dari enam jenis anggrek di dunia diperkirakan terdapat di Indonesia. Diperkirakan saat ini ada 5000 jenis dari total 30.000 jenis anggrek. Papua menjadi pulau yang memiliki paling banyak jenis anggrek yang berhasil ditemukan, sedikitnya ada 3000 jenis anggrek. Sedangkan di pulau Jawa kurang lebih 700 jenis anggrek yang sudah ditemukan.
Guru Besar Fakultas Biologi UGM sekaligus peneliti anggrek, Prof. Dr. Endang Semiarti, mengatakan diperlukan upaya dari para peneliti untuk terus melakukan upaya penemuan anggrek jenis baru, hal ini karena masih banyak hutan Indonesia yang belum terjelajah yang menyimpan keanekaragaman jenis anggrek. Meskipun banyak kemungkinan ditemukannya jenis anggrek yang baru, kelangsungan hidupnya terancam oleh beberapa faktor salah satunya adalah pembangunan infrastruktur dan pembukaan perkebunan sawit. “Banyak jenis anggrek yang terancam hilang dari hutan asalnya,” ujarnya, Jumat (12/9).
Untuk menjaga anggrek dari ancaman kepunahan, upaya pelestarian anggrek sudah dilaksanakan sejak lama dilakukan oleh Fakultas Biologi UGM, seperti usaha konservasi dan perbanyakan bibit anggrek bahkan membangun kolaborasi antar komunitas di beberapa daerah maupun kerja sama dengan negara lain.
Penyelamatan anggrek yang dilakukan Endang dengan cara konservasi ex-situ, yakni anggrek dibawa ke luar habitatnya atau dibawa ke laboratorium untuk dikembangkan melalui kultur jaringan agar dapat dilakukan perbanyakan secara massal. Tentang jumlah yang sudah dikonservasi, Endang menyebutkan, ada lebih 9 jenis anggrek yang hampir punah
Sebagai akademisi dan peneliti anggrek, kata Endang, salah satu bentuk kerja sama yang bisa dilakukannya adalah dengan memberikan ilmu yang ditekuninya dalam konservasi anggrek dengan teknologi dan disebarkan ke seluruh daerah di Indonesia. “Agar ilmunya bisa menyebar serta mengajak semua pihak untuk bersama – sama melakukan konservasi anggrek,” ucapnya.
Salah satu kolaborasi inovatif yang sedang dilakukan Prof. Endang bersama ahli anggrek lainnya adalah mengubah anggrek-anggrek yang tumbuh tinggi di Duta Orchid Garden menjadi lebih pendek. Metode yang dilakukan adalah Genom Editing menggunakan CRISPR/Cas9 yaitu dengan memangkas atau menghilangkan gen-gen tidak berguna yang menyebabkan tanaman anggrek tumbuh tinggi sehingga menghasilkan anggrek yang lebih pendek namun tetap mempertahankan bunganya. “Metode ini sejalan dengan pemanfaatan anggrek untuk tanaman hias agar bisa dinikmati oleh masyarakat,” katanya.
Selain melalui penelitian ilmiah, konservasi juga dilakukan melalui pendekatan sosial seperti adanya kegiatan festival anggrek. “Sekarang ini kita bersama sama bergandeng tangan bahkan membuat festival-festival anggrek untuk mengkonservasi dan memperkenalkan ke masyarakat,” jelas Prof. Endang.
Lebih lanjut, Endang selalu memotivasi anak-anak muda termasuk mahasiswanya supaya selain cinta mereka juga mengusahakan bagaimana anggrek – anggrek itu memang ada dan tetap terjaga kelestariannya. “Yang senang anggrek itu banyak, namun yang meneliti itu sedikit,” tambahnya.
Penulis: Jesi
Editor: Gusti Grehenson
Foto: Duta Orchid Garden