
Teknologi yang terus berkembang memungkinkan manusia untuk terus berinovasi, namun kadang tidak semua inovasi tersebut menghasilkan dampak yang positif. Salah satunya cahaya buatan yang berguna menerangi malam pun dapat menghasilkan polusi cahaya. Polusi cahaya merupakan fenomena cahaya berlebih yang dihasilkan manusia di malam hari sehingga malam hari terlihat terang benderang terutama di daerah perkotaan. Meskipun terdengar sepele, namun sebagai dampaknya, pengamatan astronomi, kesehatan manusia, dan efisiensi energi dapat terganggu.
Hal itu lah yang disampaikan oleh Prof. Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ, S.Si., M.Si., dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Sosiofisika dan Jaringan Kompleks pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada dengan judul, “Universalitas, Transisi Fase dan Fenomena Emergen dalam Fisika Interdisipliner: Dari Sosiofisika, Elektrokonveksi hingga Polusi Cahaya”.
Lebih lanjut, dalam pidatonya ini ia membahas tentang universalitas, transisi fase, dan fenomena emergen dalam fisika, lalu menghubungkannya ke bidang sosial, teknologi, dan lingkungan. Prinsip universalitas sendiri menjelaskan bahwa perubahan pada detail mikroskopik tidak mempengaruhi perilaku makroskopiknya. “Universalitas memungkinkan fisikawan untuk merumuskan prediksi umum terhadap berbagai sistem berbeda selama berada dalam universalitas yang sama dengan nilai kritikal eksponen yang sama,” jelas Prof. Rinto pada Kamis (25/9) di Balai Senat UGM.
Sedangkan transisi fase merupakan fenomena umum yang terjadi dalam berbagai bidang dan memungkinkan perubahan dari satu keadaan ke keadaan lainnya. Lebih lanjut, Rinto pun menjelaskan bahwa melalui fenomena emergent kita dapat mengetahui mengapa pola besar dalam masyarakat bisa muncul hanya dari interaksi sederhana antarindividu.
Salah satu contoh dari fenomena emergent ini adalah sosiofisika. Sosiofisika merupakan pendekatan interdisipliner yang menggunakan metodologi fisika-statistik untuk memahami fenomena sosial. Bagaimana interaksi antara individu dari keadaan awal yang tidak teratur dapat menghasilkan keteraturan makroskopik seperti konsensus, bahasa bersama, dan budaya dominan. Menurutnya model opini yang ada mirip model spin dalam fisika, dan hasilnya dapat berupa konsensus, polarisasi, atau pun fragmentasi.
Polusi cahaya sendiri merupakan fenomena emergent yang awalnya dari lampu-lampu individu dapat menghasilkan efek global yang lebih besar seperti hilangnya pemandangan galaksi bimasakti. “Ketiga bidang di atas berpadu dalam satu benang merah ilmu dasar melahirkan inovasi teknologi dan inovasi teknologi menuntun pada penerapan sosial lingkungan yang berkelanjutan,” ujarnya mengakhiri.
Sekretaris Dewan Guru Besar UGM, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, M.P.P., menyebutkan bahwa Prof. Rinto merupakan salah satu dari 541 Guru Besar UGM dan di tingkat fakultas merupakan salah satu dari 57 Guru Besar Aktif dari 77 Guru Besar yang pernah dimiliki oleh FMIPA UGM.
Penulis : Leony
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie