
Tim peneliti dari Fakultas Kesehatan Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada tengah melakukan riset mengenai pengaruh ketajaman pisau terhadap kualitas daging ayam. Penelitian ini juga menyoroti peran juru sembelih halal (juleha) dalam memastikan kualitas sekaligus aspek kesejahteraan hewan (animal welfare). Penelitian ini telah dipersiapkan selama kurang lebih satu tahun, dengan pelaksanaan pemotongan serentak pada Minggu (28/9), di Anas Broiler Rumah Potong Ayam “Syar’i”, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.
Tim peneliti terdiri atas Prof. Dr. drh. Pudji Astuti, M.P., Dr. drh. Claude Mona Airin, M.P., serta Prof. Dr. drh. Sarmin, M.P. Selain itu, penelitian ini juga didukung oleh keterlibatan juru sembelih halal (juleha) tersertifikasi maupun juleha yang belum tersertifikasi.
Prof Pudji Astuti mengatakan proses pemotongan hewan ternak memiliki banyak faktor dalam memengaruhi kualitas daging, di antaranya metode penyembelihan, ketajaman pisau, serta keterampilan sumber daya manusia yang melakukannya. “Saat ini, sudah tersedia juru sembelih halal yang tersertifikasi. Proses sertifikasi ini memastikan seorang juleha mematuhi keterampilan penyembelihan pada standar yang diakui oleh BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi),” kata Prof. Pudji, Senin (29/9), di Kampus UGM.
Kendati demikian, ia menyayangkan masih ada sejumlah rumah pemotongan ayam yang menggunakan juleha yang belum tersertifikasi. Tidak menutup kemungkinan jika juleha belum tersertifikasi, ayam dapat mengalami stres berlebih karena metode pemotongan yang kurang tepat. “Tingkat stres ini berpengaruh pada kualitas daging, misalnya kadar hormon kortikosteron, keempukan, hingga ketahanan daging,” jelasnya.
Metode dalam riset ini, dijelaskan Dr. Mona, anggota tim lainnya, membandingkan pemotongan ayam menggunakan pisau tajam dan pisau yang kurang tajam oleh juleha telah tersertifikasi dan juleha belum tersertifikasi. Parameter yang diteliti meliputi kadar hormon stres (kortikosteron), enzim Superoxide Dismutase (SOD), tingkat keempukan, serta susut daging.
Selain juleha telah tersertifikasi dan juleha belum tersertifikasi, pisau menjadi sorotan penuh dalam prosedur riset ini. Pisau yang digunakan dalam penelitian ini sama-sama baru, namun dengan perlakuan berbeda yaitu satu diasah setiap selesai digunakan sebanyak 30 kali, sedangkan metode kedua dibiarkan tanpa diasah. “Kita menggunakan 40 ayam dengan rincian 10 untuk juleha tersertifikasi dengan menggunakan pisau tajam, 10 juleha tersertifikasi dengan pisau tidak diasah, 10 juleha belum tersertifikasi dengan pisau tajam, dan 10 juleha belum tersertifikasi dengan pisau tidak diasah,” tambahnya.
Prof. Sarmin menambahkan bahwa sertifikasi juleha diharapkan mampu menjamin kualitas hasil pemotongan, karena proses dilakukan sesuai standar syariah dan memperhatikan kesejahteraan hewan. Lebih jauh, menurutnya, masyarakat perlu semakin sadar bahwa memilih daging tidak hanya dari segi harga, melainkan juga proses penyembelihan yang dilakukan. “Riset ini tengah berlangsung dalam rangka mendukung pemenuhan gizi masyarakat dengan menyediakan daging ayam yang berkualitas melalui proses penyembelihan yang baik dan benar,” pungkasnya.
Penulis : Hanifah
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik dan Jesi