
Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi membatalkan Keputusan KPU RI Nomor 731 tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU pada Selasa, 16 September lalu. Terdapat 16 dokumen yang dikecualikan diantaranya fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), fotokopi ijazah, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), dan lainnya. Pembatalan ini dilakukan sebagai bentuk reaksi KPU dari banyaknya kritik yang muncul dari masyarakat setelah adanya keputusan tersebut.
Pakar Komunikasi Politik sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi UGM, Prof. Nyarwi Ahmad, Ph.D menanggapi bahwa pembatalan Keputusan KPU RI Nomor 731 tahun 2025 merupakan langkah yang sudah tepat. Namun, dibalik pembatalan itu menunjukkan adanya masalah yang terkait dengan komunikasi publik yang dijalankan oleh KPU. “Adanya pembatalan mengidentifikasikan KPU tidak memiliki pemahaman yang baik terhadap keterbukaan informasi publik,” ucapnya, Selasa (30/9), di Kampus UGM.
Menurutnya, pola komunikasi publik yang dilakukan oleh KPU harus diperbaiki, tidak hanya oleh organisasinya saja tetapi termasuk oleh pimpinan KPU. Keputusan itu seharusnya dilakukan setelah berkonsultasi dengan Komisi Informasi Pusat (KIP). Namun, yang terjadi justru sebaliknya, pembatalan keputusan dilakukan setelah adanya konsultasi dengan KIP. “Kualitas komunikasi publik KPU masih buruk seperti itu dalam kondisi saat ini sehingga perlu dikelola dengan lebih baik,” ujarnya.
Bagi Nyarwi, transparansi informasi bagi pejabat publik itu penting. Karena hal ini sejalan dengan sistem pemerintahan Indonesia yaitu demokrasi serta telah termuat dalam UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Peraturan ini menjadi landasan transparansi pejabat publik agar masyarakat mengetahui kinerja pejabat publik yang akuntabel dan integritasnya. “Saya kira data-data pribadi yang rakyat butuh tahu dan mengerti agar mereka tidak ragu terkait kualitas diri pejabat publik,” ujarnya.
Nyarwi juga menambahkan bahwa lembaga-lembaga publik yang strategis termasuk KPU memerlukan orang-orang pengelola jabatan komunikasi publik yang profesional sehingga menunjukkan integritasnya berkembang baik, kepercayaan serta opini publik terhadap lembaga juga baik. “Lembaga negara perlu meningkatkan model komunikasi publik yang bagus dan efektif, agar tidak memancing kontroversi serta menurunkan kredibilitas atau kepercayaan terhadap lembaga tersebut,”pungkasnya.
Penulis: Jesi
Editor: Gusti Grehenson
Foto: kompas