
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada, Dr. Wawan Mas’udi, resmi dilantik sebagai Ketua Forum Dekan Ilmu-Ilmu Sosial (Fordekiis) untuk periode 2025–2027. Pelantikan berlangsung di Auditorium FISIPOL UGM pada Senin (6/10) dan dihadiri oleh 41 Dekan dari berbagai universitas di Indonesia. Momentum in pergantian kepemimpinan ini menjadi ruang strategis untuk memperkuat sinergi antar fakultas ilmu sosial di tingkat nasional, sekaligus menegaskan kembali posisi penting ilmu sosial dalam membaca perubahan zaman.
Wawan Mas’udi menyampaikan apresiasi atas kepercayaan yang diberikan dan menegaskan komitmen Fordekiis untuk memperkuat relevansi ilmu sosial di tengah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. “Kita akan terus mengambil inspirasi, mendukung, dan berkolaborasi untuk kemajuan fakultas ilmu sosial di seluruh Indonesia,” ujar Wawan, Selasa (7/10).
Ia menambahkan, ilmu sosial harus menegaskan posisinya dalam rezim ilmu pengetahuan nasional. Menurutnya, aspek sosial sering kali belum menjadi pusat pembahasan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, padahal teknologi dan inovasi sesungguhnya bertumpu pada dimensi sosial yang kuat. “Ke depan, forum ini akan menjadi ruang berbagi pengalaman dalam pengembangan kurikulum, serta memperkuat kerja sama lintas fakultas untuk menghadirkan ilmu sosial yang lebih adaptif dan relevan,” tambahnya.
Sementara itu, Prof. Armin Arsyad dari Universitas Hasanuddin selaku Dewan Kehormatan Fordekiis menekankan potensi forum ini sebagai wadah penting untuk mendorong kontribusi nyata ilmu sosial bagi kemajuan bangsa.“Organisasi ini unik dan kuat. Kalau bersinergi, dampaknya bisa luar biasa bagi pengembangan keilmuan sosial dan kebijakan publik di Indonesia,” ungkapnya.
Usai pelantikan, rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan lokakarya dan sesi pemikiran bersama yang menghadirkan Prof. Vedi Hadiz, akademisi terkemuka di bidang ilmu sosial dan politik dengan materi bertajuk “Tantangan dan Peluang Ilmu Sosial Kritis di Indonesia”. Dalam pemaparannya, Prof. Vedi mengajak para peserta untuk merefleksikan lima pertanyaan mendasar seputar eksistensi dan arah ilmu sosial kritis di Indonesia, mulai dari urgensinya, kesiapan sumber daya, hingga hambatan dan potensi yang perlu dioptimalkan. “Ilmu sosial kritis adalah tradisi yang mempertanyakan realitas. Ia tidak menerima begitu saja keadaan yang ada sekarang, apalagi menganggapnya sebagai keniscayaan. Di sinilah keberanian intelektual ilmu sosial diuji,” tegasnya.
Sebagai penutup rangkaian kegiatan, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Prof. Pratikno turut hadir secara daring menyampaikan ucapan selamat terpilihnya ketua baru Fordekiis. Pratikno menekankan urgensi “Social Science with Adjective” konsep yang menegaskan bahwa ilmu sosial harus terus beradaptasi mengikuti konteks baru di masyarakat, mulai dari isu lingkungan, digitalisasi, hingga kecerdasan buatan (AI). “Studi politik dan sosial tidak bisa berhenti pada objek-objek konvensional seperti otonomi daerah atau DPR. Ilmu sosial harus berkembang mengikuti fenomena baru agar tetap relevan,” jelasnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya keterlibatan ilmu sosial dalam mengawal disrupsi STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Menurutnya, kemajuan teknologi harus selalu dikembalikan pada dimensi sosial dan kemanusiaan agar memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. “Fordekiss perlu menjadi garda depan yang memastikan bahwa ilmu sosial tidak tertinggal di tengah derasnya arus STEM. Forum ini harus mampu menjaga agar perkembangan teknologi tetap berpihak pada kemandirian, kedaulatan, dan kesejahteraan bangsa Indonesia,” pungkasnya.
Penulis : Salwa
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Dok. Fisipol