
Pekerja rekam medis di klinik dan rumah sakit dalam menjalankan aktivitasnya selalu memiliki berisiko kena gangguan otot dan rangka. Mengingat aktivitas perekam medis lebih banyak dihadapkan pada kegiatan pencatatan dan pengolahan data-data pasien secara elektronis mulai dari pasien masuk mendaftar hingga dinyatakan pulang.
Dosen Sekolah Vokasi UGM, Dina Fitriana Rosyada, SKM., MKL bersama Dr. Nur Rokhman, S.Si, M.Kom, dan tim mahasiswa yang terdiri Rafael Radya, Marco Aland, Kevin, Dhea dan Syva berkolaborasi mengembangkan alat deteksi risiko ergonomic bagi pekerja kantor. Seperti diketahui, Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka.
Dina Fitriana Rosyada selaku ketua tim peneliti pengembangan alat deteksi risiko ergonomic menyatakan masalah muskuloskeletal merupakan kategori cedera kerja yang paling umum ditandai dengan nyeri punggung. Menurutnya, tulang belakang manusia tidak dirancang untuk bekerja selama delapan jam dengan tubuh membungkuk di depan komputer karena berakibat terjadi kompresi diskus, ketegangan otot, dan ketidaknyamanan kronis. “Meski memberi manfaat, dari proses Rekam Medis Elektronik tentu pada akhirnya membawa konsekuensi baru bagi penggunanya, utamanya terkait aktivitas menggunakan atau mengelola data dari RME yang dilakukan dengan cara berhadapan dengan komputer secara terus- menerus dalam waktu lama atau berulang-ulang,” terangnya di Sekolah Vokasi UGM, Selasa (14/10).
Dina menjelaskan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Muhammadiyah Yogyakarta berhasil mengembangkan alat yang berbasis computer vision dengan mengkaitkan metode Rapid Upper Limb Assessment atau yang sering disebut sebagai RULA. Alat ini bekerja dengan cara memonitor aktivitas petugas selama bekerja di depan komputer, dan setelah dilakukan monitor dalam waktu 1 shift per harinya maka alat akan secara otomatis melakukan analisis risiko dari RULA aktivitas masing-masing pekerja. “Hasil akhir yang dikeluarkan adalah risiko gangguan kesehatan otot dan rangka tulang belakang per petugas, yang digolongkan sebagai risiko rendah, sedang, dan risiko tinggi,” jelasnya.
Untuk kemutakhiran penggunaan alat ini maka dalam pengembangannya alat ini menggunakan Artificial Intelligence berupa computer vision. Dengan teknologi tersebut, disebutnya, membantu mendeteksi titik-titik kemiringan tubuh bagian atas termasuk kemiringan atau kebungkukan petugas selama menjalankan pekerjaan di depan komputer. “Kita bersyukur pengembangan alat ini, para petugas rekam medis pun mengaku merasa terbantu dengan adanya alat ini, karena mereka bisa melakukan evaluasi posisi duduk selama ketika bekerja. Tanpa alat ini, dan jika terus dibiarkan tentu berdampak bagi kesehatan mereka utamanya pada kesehatan otot dan rangka yang selama ini cenderung kurang diperhatikan,” ucapnya.
Penulis : Agung Nugroho