
Universitas Gadjah Mada berhasil menempati peringkat pertama dalam Indonesia’s 68 Best Literature Universities dalam pemeringkatan Edurank University Ranking 2025. Capaian ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Fakultas Ilmu Budaya UGM, khususnya Departemen Bahasa dan Sastra, yang menjadi motor penggerak utama kemajuan bidang humaniora di UGM. Prestasi ini menunjukkan bahwa komitmen UGM dalam menjaga mutu pendidikan, riset, dan pengabdian masyarakat di bidang bahasa dan sastra terus mendapat pengakuan di tingkat nasional maupun internasional.
Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Prof. Setiadi, mengatakan bahwa kolaborasi yang kuat antara dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan dalam membangun ekosistem akademik yang produktif dan relevan dengan perkembangan zaman menjadi faktor utama prestasi in. Departemen-departemen di bawah FIB, khususnya Departemen Bahasa dan Sastra, memiliki peran penting dalam memperkuat citra UGM di bidang humaniora. “Selain itu, reputasi akademik yang tercermin melalui publikasi ilmiah, kegiatan penelitian, serta kontribusi alumni di berbagai bidang juga menjadi pendorong utama,” ujarnya ketika diwawancara, Kamis (16/10).
Untuk meningkatkan kualitas akademik dan reputasi ilmiah, Setiadi mengatakan, FIB UGM terus menjalankan berbagai langkah strategis diantaranya penguatan kolaborasi riset berskala nasional dan internasional sejak tahun 2023 serta pengembangan riset unggulan di bidang humaniora dengan pendekatan interkultural, intertekstual, dan digital humanities. Fokus penelitian diarahkan pada isu-isu aktual seperti sastra dan keberlanjutan, sastra dan teknologi, serta identitas budaya. Selain itu, FIB juga mengadakan Program Percepatan Publikasi Ilmiah yang memberikan pendampingan intensif bagi dosen untuk menulis dan menerbitkan artikel di jurnal bereputasi nasional maupun internasional.
Dari sisi publikasi, FIB UGM juga terus memperkuat tata kelola dan indeksasi jurnal ilmiahnya seperti Poetika: Jurnal Ilmu Sastra, Humaniora, Sasdaya: Gadjah Mada Journal of Humanities, dan Lexicon. Fakultas juga aktif menyelenggarakan berbagai forum dan diskusi sastra sebagai wadah pertukaran gagasan dan pengayaan keilmuan di bidang humaniora. “Kedepannya, FIB UGM akan terus memperkuat hilirisasi hasil riset dan karya akademik agar memiliki dampak lebih luas, tidak hanya dalam bentuk publikasi ilmiah, tetapi juga melalui karya budaya yang dapat dinikmati masyarakat,” ujar Setiadi.
Salah satu contohnya adalah karya alih wahana manuskrip kuno menjadi pertunjukan seni berjudul “Adisari” oleh Dr. Sri Ratna Saktimulya (Dosen Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa), yang dipentaskan pada 19 September 2025. Karya tersebut merupakan bentuk konkret dari strategi hilirisasi riset di FIB, yaitu mentransformasikan kajian akademik menjadi produk seni dan budaya yang relevan dengan masyarakat. Langkah strategis serupa akan terus dikembangkan melalui pendekatan transdisipliner melibatkan kolaborasi antara bidang sastra, seni, budaya, dan teknologi. FIB juga tengah menyiapkan tahapan alih wahana menuju produk berbasis teknologi informasi seperti digitalisasi pertunjukan, kanal pengetahuan, dan pengembangan konten kreatif berbasis budaya.
Prof. Dr. Aprinus Salam, S.S., M.Hum., salah satu dosen sastra di FIB UGM turut senang dan bangga atas pencapaian ini. Ia mengatakan bahwa seluruh dosen masih terus menerus bekerja keras untuk memaksimalkan kinerja dan kemampuan mahasiswa. “Ruang kajian dan apresiasi sastra sekarang ini terus menerus membesar, tetapi sekaligus semakin spesifik. Banyak hal yang masih perlu diikuti dan dicermati secara sistematis. Kami juga sesuaikan kurikulum dengan kebutuhan dan semangat zaman. Kita berusaha terus mengevaluasi sistem pengajaran, penelitian, dan pengabdian prodi, apakah berjalan dengan baik atau tidak,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya partisipasi mahasiswa dalam proses evaluasi. Aprinus mengatakan bahwa mahasiswa di FIB UGM juga memiliki kesempatan yang sama mengevaluasi dosen. “Jadi, sedapat mungkin kita selalu saling mengevaluasi diri. Suasana akademik yang demokratis itu kita perjuangkan. Setiap semester, kita harus tahu apa progres mahasiswa selama kuliah. Mahasiswa harus selalu berkembang dan merasa berarti kuliah di UGM,” ujar Aprinus.
Setiadi selaku Dekan FIB UGM memaknai capaian ini secara seimbang, yakni sebagai pengakuan sekaligus motivasi dan tolak ukur. Pengakuan karena kerja keras kita telah dihargai secara objektif, motivasi karena hasil ini mendorong kami untuk terus berinovasi dan menjaga kualitas, serta tolok ukur karena ranking ini memberikan cerminan sejauh mana kita telah melangkah dan aspek mana yang perlu terus diperbaiki. “Saya berharap prestasi ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus berkarya dengan semangat kebersamaan. FIB UGM akan terus berupaya menjadi pusat unggulan dalam kajian bahasa, sastra, dan budaya yang berkontribusi nyata bagi pengembangan ilmu humaniora di tingkat internasional,” harapnya.
Penulis : Lintang Andwyna
Editor : Gusti Grehenson