
Usul penerapan sistem gaji tunggal bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali mencuat setelah Dewan Pengurus Korpri Nasional melalui Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Zudan Arif Fakrulloh menyampaikan hal tersebut pada Rakernas Korpri Tahun 2025 yang digelar di Palembang, pada Sabtu, 4 Oktober 2025. Sistem gaji tunggal atau single salary system dinilai dapat mensejahterakan ASN dan pensiunan, menggantikan skema sistem gaji ganda yang memisahkan antara gaji pokok dan tunjangan. Akan tetapi, sejak kali pertama diwacanakan sekitar sepuluh tahun lalu, kebijakan ini belum juga terealisasi.
Dosen dan peneliti Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM, Dr. Agustinus Subarsono, MSi, MA menilai secara konseptual sistem gaji tunggal merupakan langkah yang positif bagi tata kelola birokrasi dan dapat meningkatkan kesejahteraan ASN. “Sistem gaji tunggal menyatukan seluruh komponen gaji yang selama ini terpisah, seperti tunjangan anak, istri, beras dan lainnya ke dalam satu gaji pokok ASN. Ini membuat sistem pemberian gaji lebih sederhana,” ujarnya, Rabu (22/10).
Menurutnya, penerapan sistem gaji tunggal tidak hanya memudahkan pemerintah dalam menghitung anggaran, tetapi juga membantu ASN agar lebih fokus bekerja tanpa harus mencari tambahan pendapatan dari proyek atau kegiatan di luar pekerjaan. “Kalau sudah ada gaji tunggal, tidak ada lagi honor rapat atau panitia. ASN bisa fokus pada kinerja karena kompensasi sudah menyeluruh,” tambahnya.
Dari sisi kesejahteraan, Subarsono menilai sistem gaji tunggal akan memberikan dampak pada peningkatan nilai pensiun ASN. “Besaran uang pensiun selama ini dihitung sekitar 75 persen dari gaji pokok. Jika gaji pokok meningkat karena sistem gaji tunggal, maka persentase tunjangan pensiun juga ikut naik,” jelasnya.
Menurutnya, sistem ini juga dapat mengurangi kesenjangan antara ASN di kota dan di daerah melalui tunjangan kemahalan yang lebih proporsional. Meski demikian, ia juga menekankan pentingnya persiapan matang sebelum pemerintah mengesahkan kebijakan tersebut. “Sistem dan regulasi birokrasi harus siap, tidak bisa coba-coba. Pemerintah perlu menghitung komponen gaji secara detail,” ujarnya.
Selain itu, sistem gaji tunggal harus memastikan kompensasi yang layak karena akan menghentikan peluang ASN mendapat gaji tambahan di luar gaji pokok.
Adapun keterkaitan antara sistem gaji tunggal dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang ASN. Dosen Manajemen Kebijakan Publik ini menjelaskan bahwa pengaturan ini dapat memperkuat perlindungan hukum pada ASN, sekaligus memberikan kesejahteraan lebih. “Gaji tinggi bisa menjadi upaya preventif oknum ASN agar tidak melakukan tindak kriminal ataupun perbuatan korup, meskipun kunci utamanya pada moral individu,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya peran antar kementerian agar kebijakan ini tidak hanya berupa wacana. Menurutnya, diperlukan adanya kerja sama antar kementerian terkait, misal Kementerian PAN-RB dan Kementerian Keuangan agar bisa menyusun regulasi yang jelas dan transparan. “Kalau disahkan, saya menilai ini dapat meningkatkan motivasi kerja ASN dan memperkuat merit sistem,” pungkasnya.
Dengan demikian, sistem gaji tunggal dinilai bukan hanya tentang teknis pemberian gaji, tetapi juga langkah strategis menuju birokrasi yang lebih efisien, adil, dan berkualitas. Namun, tanpa kesiapan regulasi, usulan ini berisiko kembali menjadi wacana dan tak akan terealisasikan.
Penulis : Ika Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik