Kawasan pantai Trisik, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dikenal sebagai kawasan ekowisata konservasi penyu laut (Lepidochelys olivacea). Wisatawan bisa melepaskan Penyu Lekang di pantai tersebut, seraya menikmati keindahan pantai dan kuliner di pinggir pantai. Namun begitu, perlu diketahui, lokasi konservasi penyu di desa banaran mengalami kerusakan akibat abrasi dan tidak semua telur penyu bisa menetas di atas 90 persen. “Kami membantu merelokasi Konservasi Penyu Abadi sehingga dapat membantu penetasan kemudian dapat membantu survival rate sehingga dapat menjaga plasma nutfah dari Penyu Lekang yang merupakan Keanekaragaman Hayati,” kata drh. Yudhi Ratna Nugraheni, M.Sc., Ph.D., selaku staf pengajar dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM), Rabu (29/10).
Yudhi bersama tim dari mahasiswa FKH UGM melakukan pemindahan lokasi konservasi penyu ke tempat pelelangan ikan yang lokasinya jauh dari bibir pantai dengan fasilitas yang kurang memadai. Selain penyediaan fasilitas, Yudhi bersama dengan tim pengabdian, juga menginisiasi pengguanaan termoregulator berbasis IoT. “Jadi nanti dari rumah pun volunternya bisa mengontrol suhu yang ada di penyuh tersebut”, ungkapnya.
Menurut Yudhi, pembangunan fasilitas ini dilakukan mengingat kondisi finansial dari komunitas yang sangat terbatas dengan hanya mengandalkan pemasukan dari donasi pengunjung yang ingin melepas tukik ke laut. “Mereka hanya dapat dari donasi yang ketika penyuhnya mau dilepas ke laut, kalau pengunjung mau berpartisipasi itu mereka mengadakan donasi”, terangnya.
Selain itu, persentase proses penetasan telur penyu tidak mencapai 90 persen. Alasan tersebut yang menggerakkan Yudhi untuk membantu menyelamatkan konservasi ini. “Karena yang pegang bukan orang kesehatan hewan dan tidak berpengalaman dalam konservasi satwa liar. Jadi kadang mereka itu juga tidak tahu kenapa tiba-tiba tukik sakit semua, terus mati semua”, jelasnya.
Penggunaan teknologi termoregulator ini diharapkan mampu mengurangi jumlah kematian pada penyu. “Nah itu, kemudian yang tahun berikutnya itu diharapkan tadi ya, kita adanya alat untuk pengatur kelembaban secara otomatis”, jelas Yudhi.
Program pemberdayaan ini juga melibatkan mitra sasaran, yaitu Konservasi Penyu Abadi Trisik sebagai penggerak konservasi penyu, serta Kelompok Tani Sumber Rejeki yang fokus pada pengembangan pupuk organik. Sinergi bersama mitra diharapkan dapat memperkuat keberlanjutan program sekaligus memperluas manfaat bagi masyarakat Banaran.
Bersama dengan tim dari Universitas Tidar, Yudhi selaku ketua tim pelaksana juga mengembangkan potensi ekonomi yang ada di Desa Binaan Banaran melalui pemanfaatan kotoran ternak menjadi pupuk kompos yang merupakan alternatif pupuk yang murah dapat dinikmati secara luas.
Ia menambahkan bahwa produksi pupuk ini sudah ada akan tetapi hanya dalam skala kecil. Kendala lainnya adalah pupuk ini justru membuat rumput hama disekitar tanaman tumbuh subur. “Kemudian kemarin kita berkolaborasi dengan Untidar. Kemudian kita tambahkan dekomposer berupa Mycorrhiza jadi jamur. Jadi nanti pupuk itu sudah diolah jadi, dikemas. Itu kita tambahkan Mycorrhiza untuk semacam predator alaminya rumput gitu ya”, terang Yudhi.
Menurut Yudhi, program pengabdian ini mengintegrasikan dua aspek penting, yakni pelestarian lingkungan melalui konservasi penyu laut serta peningkatan ekonomi masyarakat melalui pengolahan pupuk organik yang dipasarkan dengan strategi digital marketing. Menurutnya, kedua bidang ini diharapkan mampu menciptakan model pemberdayaan yang berkelanjutan dan relevan dengan kebutuhan masyarakat pesisir.
Tidak hanya kedua program tersebut, Yudhi mengungkapkan bahwa tim pengabdiannya juga membantu masyarakat dalam usaha mitigasi bencana pesisir. Penanaman pandan laut sebagai mitigasi abrasi yang nantinya akan berkolaborasi dengan UKM Renang UGM untuk penanaman mangrove. Melalui program ini, Desa Banaran diharapkan mampu memperkuat identitasnya sebagai desa pesisir berdaya saing dengan memadukan konservasi, pemberdayaan masyarakat, dan teknologi digital, menuju pembangunan yang berkelanjutan.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Wikipedia dan Dok.Tim Pengabdian FKH
