Perencanaan kawasan pariwisata berbasis masyarakat kini menjadi model pengembangan pariwisata andalan di Indonesia. Pendekatan ini menempatkan masyarakat lokal sebagai pelaku utama, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga penerima manfaat langsung. Pengembangan desa wisata berbasis masyarakat bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, serta memajukan kebudayaan. Pemerintah pun secara aktif mendorong model ini sebagai program strategis untuk mewujudkan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan di berbagai daerah.
Sebagai wujud nyata dari upaya tersebut, Tim Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Program Studi Pariwisata FIB UGM bersama Himpunan Mahasiswa Pariwisata (HIMAPA) UGM melakukan pendampingan di Padukuhan Banyumanik melalui identifikasi aset daya tarik wisata yang dipresentasikan di Banyumanik Research Center, Dusun Banyumanik, Kalurahan Pacarejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Sabtu (25/10).
Kegiatan PkM yang berlangsung selama empat bulan, dari bulan Juli hingga Oktober 2025 ini, dirancang khusus untuk menjawab tantangan krusial. Meskipun masyarakat padukuhan Banyumanik memiliki keinginan kuat dalam mengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat dan berada dalam lingkup ekosistem pariwisata di kawasan Geopark Gunungsewu, wilayah ini belum terlibat aktif dalam aktivitas wisata. “Inisiatif UGM ini hadir untuk mendorong dan mendampingi warga lokal dalam melakukan diskusi dan mengidentifikasi potensi pariwisata yang ada,” kata Ketua Tim PkM Watusigar 2025, Yulita Kusuma Sari, S.T., M.Sc, dalam keterangan yang dikirim Senin (3/11).
Ia menjelaskan menjelaskan bahwa kegiatan pengabdian merupakan tahap awal dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata berbasis komunitas di Banyumanik. Setelah pemetaan aset wisata, diharapkan masyarakat dapat menentukan bersama, aset mana yang akan diprioritaskan untuk dikembangkan.
Dari hasil temuan di lapangan, Yulita menyoroti narasi atau story telling sebagai potensi utama yang dapat dikembangkan. “Dari temuan rekan-rekan mahasiswa, menarasikan cerita (story telling) menjadi daya tarik wisata di Banyumanik ini cukup kuat. Cerita pun dapat dikelompokkan secara tematik, misalnya tema budaya, sejarah, atau bisa dikombinasi di antaranya.” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa menarasikan cerita juga penting sebagai bagian dari transfer pengetahuan antargenerasi untuk mencegah hilangnya kebudayaan. Gagasan ini mendapat sambutan hangat dari para mitra dan masyarakat.
Perwakilan Banyumanik Research Center, Tutik, menilai laporan yang disajikan sudah lengkap dan terperinci. Menurutnya diperlukan pendampingan oleh Prodi Pariwisata FIB UGM untuk menarasikan perjalanan perjuangan masyarakat Banyumanik dalam usaha untuk mendapatkan air dalam keberlangsungan kehidupan dari masa dulu hingga masa sekarang,” jelas Tutik.
Dukungan juga datang dari berbagai lapisan masyarakat. Perwakilan Lurah Pacarejo, Eko Yulianto, menyampaikan apresiasi sekaligus ucapan terima kasih atas kesediaan bersinergi bersama dengan kelurahan Pacarejo. “Sinergi ini bisa berlanjut dan bisa memberdayakan masyarakat dengan pengembangan pariwisata dan pertanian perkebunan di desa Pacarejo,” pungkasnya.
Penulis : Aldi Firmansyah
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Tim PkM Banyumanik 2025
