Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. Ova Emilia, mengatakan perguruan tinggi sudah saatnya mendorong hilirisasi dan industrialisasi hasil riset dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri menuju Indonesia Emas 2045. Menurutnya, pendidikan tinggi memiliki peran strategis sebagai akselerator inovasi, bukan hanya pembuat publikasi. “Kita harus berpindah dari kultur mengajar saja ke arah teaching culture, research culture, dan innovation culture,” ujarnya dalam Diskusi Forum Pemikiran Bulaksumur yang bertajuk “Strategi Percepatan Kemandirian Teknologi Indonesia” dalam ini digelar di Gedung Pusat UGM belum lama ini.
Ia menyampaikan bahwa UGM terus memperkuat tata kelola inovasi agar riset dapat menghasilkan prototipe, kebijakan, hingga produk komersial yang berdampak bagi masyarakat.
Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Ditjen Riset dan Pengembangan Kemendikti-Saintek RI Prof. I Ketut Adnyana, menuturkan bangsa Indonesia masih tertinggal dalam penguasaan sains dan teknologi. Padahal hanya bangsa yang menguasai sains dan teknologi yang bisa menjadi bangsa makmur.
Ditjen Riset dan Pengembangan, kata Ketut, memiliki dua program utama, yakni Program Riset Prioritas yang didanai APBN dan Program Riset Strategis dari LPDP dengan tujuan menumbuhkan riset nasional. Ia mendorong UGM untuk aktif berpartisipasi dalam riset strategis sebagai perguruan tinggi unggulan agar hasil penelitian dapat berdampak pada kemajuan industri dan kebijakan nasional.
Diskusi panel yang dimoderatori oleh Ir. Fitri Trapsilawati, S.T., Ph.D., IPM. menghadirkan lima pakar UGM lintas bidang. Prof. Alva Edy Tontowi sebagai panelis pertama menyoroti pentingnya harmonisasi regulasi, inovasi, dan pasar agar hasil riset perguruan tinggi dapat sesuai dengan kebutuhan industri. lalu, Prof. Deendarlianto menekankan pengembangan energi terbarukan berbasis potensi daerah dan peningkatan kualitas SDM energi nasional. Di bidang pangan, Prof. Siti Subandiyah menjelaskan bahwa bioteknologi berperan besar dalam memperkuat ketahanan pangan, tetapi masih terkendala rendahnya dana riset di bidang bioteknologi dan sarana laboratorium. Dari sisi industri, Didik Purbandi, S.Si., M.B.A., Direktur Utama PT Jababeka Infrastruktur, menegaskan pentingnya pengembangan Smart Industrial Estate 4.0 untuk mempercepat transformasi ekonomi dan menciptakan lapangan kerja berkualitas.
Menutup sesi pemaparan oleh pakar, Prof. Ir. Sang Kompiang menyampaikan tentang pentingnya menumbuhkan budaya inovasi dan komunikasi aktif antara perguruan tinggi, industri, dan masyarakat. Ia menegaskan bahwa hilirisasi riset dapat diwujudkan melalui upaya paling mudah, yakni lisensi industri, kemitraan strategis, hingga spin-off berbasis inovasi kampus dengan risiko yang lebih tinggi. Forum ini menggagas satu pesan bahwa kemandirian teknologi nasional yang hanya dapat dicapai melalui sinergi berkelanjutan antara riset, industri, dan kebijakan yang berpihak pada inovasi.
Penulis : Ika Agustine
Editor : Gusti Grehenson
