Kemajuan bioteknologi dan riset genetika telah berkembang pesat, namun belum semua negara bisa mengintegrasikan genomic medicine ke dalam sistem pelayanan kesehatannya. Melalui penyelenggaraan forum The 15th Asia-Pacific Conference of Human Genetics (APCHG) 2025 yang digelar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada berbagai kemajuan yang telah dicapai diharapkan mampu menemukan strategi agar pengobatan genomik dapat diterapkan secara adil dan setara.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Ir. Budi Gunadi Sadikin, S.Si., CHFC., CLU., menyatakan di balik berbagi pengetahuan yang berkembang saat ini, pihak-pihak terkait tengah membangun harapan dengan memperkuat kolaborasi, dan menegakkan kedokteran genomik yang etis, inklusif, dan berpusat pada manusia. Karena itu, ia mengapresiasi penyelenggaraan konferensi The 15th Asia-Pacific Conference of Human Genetics (APCHG) 2025. Melalui konferensi ini, disebutnya, bangsa Indonesia telah mampu mengambil peran strategis dalam kolaborasi tingkat global. “Konferensi ini menyatukan akademisi, klinisi, pembuat kebijakan, dan inovator dengan tujuan bersama yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kebaikan umat manusia,”ujarnya.
Konferensi APCHG) 2025 yang digelar selama 5 hari, 4-8 November 2025 di The Alana Hotel and Convention Center Yogyakarta mengangkat tema Equitable Future in Genomic Medicine: Innovation, Leapfrogging, and Advancing Technologies for Humanity, dan melalui tema ini diharapkan mampu mewujudkan akses pengobatan genomik yang setara. Konferensi inipun dihadiri oleh ilmuwan, dokter, dan peneliti dari berbagai negara dalam lingkup Asia-Pasifik.
Prof. dr. Gunadi, Ph.D., Sp.BA., Subsp.D.A(K), selaku Chairman APCHG 2025 sekaligus Presiden Indonesian Society of Human Genetics berharap kegiatan berlangsung selama lima hari mampu menjadi ruang bertemunya para ahli genetika untuk saling berbagi hasil riset. Mereka pun diharapkan secara bersama menggagas kolaborasi, sekaligus membahas masa depan pengobatan berbasis genom karena tantangan terbesar dalam perkembangan genomic medicine bukan hanya pada ranah sains, tetapi juga pada penerapannya agar dapat berdampak secara langsung terhadap pasien. “Memahami genomik sebagai ilmu pengetahuan saja tidak cukup. Tantangan yang sesungguhnya adalah mengubah inovasi menjadi media perawatan yang merata dan memastikan setiap pasien dapat merasakan manfaat dari genomic medicine, dan kenapa di Yogyakarta, sebab disini kaya akan budaya dan semangat di dalam berkolaborasi. Disini menjadi tempat yang ideal untuk membangun kemitraan baru dalam memajukan genomic medicine yang berpusat pada kemanusiaan,” jelasnya.
Iapun menjelaskan APCHG 2025 diselenggarakan oleh FK-KMK UGM bekerjasama dengan Indonesian Society of Human Genetics (InaSHG), Asia-Pacific Society of Human Genetics (APSHG), dan mendapat dukungan dari Indonesian Society of Genetic Counselors (ISGC), Dinas Kesehatan DIY, dan Kementerian Kesehatan RI. Kolaborasi ini, menurut Gunadi, menjadi upaya kolektif dalam menjembatani kesenjangan pengetahuan di bidang genomic medicine agar manfaatnya dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. “Tidak hanya terbatas pada negara-negara maju di kawasan Asia-Pasifik, kolaborasi lintas lembaga inipun mencerminkan semangat bersama untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan di bidang genomic medicine, dan kemajuan di bidang genetika nantinya diharapkan bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat,” terangnya.
Selain sesi pleno dan simposium, APCHG 2025 juga menghadirkan berbagai workshop seperti Genome Sequence and Variant Interpretation Workshop, Inborn Errors of Metabolism Workshop, dan PSGCA Genetic Counseling Workshop yang diinisiasi oleh Professional Society of Genetic Counselors in Asia (PSGCA). Semua kegiatan dirancang untuk memperluas kapasitas partisipan dalam menerapkan berbagai teknik genomik, dan mereka pun berkesempatan membahas praktik, tantangan, dan penerapan teknologi pada implementasi genetika modern.
Penulis : Ika Agustin
Editor : Agung Nugroho
