Uji konsekuensi menjadi elemen kunci dalam menentukan apakah sebuah informasi memang layak dikecualikan. Badan publik wajib melakukan uji konsekuensi sebelum menolak permintaan informasi, dan harus melakukan analisis secara mendalam guna menilai risiko jika informasi dibuka atau ditutup. Harus mempertimbangkan dasar hukum pengecualiannya, mitigasi risiko, hingga keseimbangan antara kepentingan publik dan kerahasiaan negara atau kerahasiaan pihak-pihak tertentu. Komisi Informasi kemudian akan menguji kembali uji konsekuensi tersebut dalam sidang untuk memastikan bahwa alasan pengecualian memang sah dan proporsional, termasuk menilai ada tidaknya kepentingan publik yang lebih besar.
Demikian disampaikan Syawaluddin, M.H, anggota Komisioner Komisi Informasi (KI) Pusat saat menjadi pembicara Diskusi Publik bertajuk Sengketa Informasi Publik, Kamis (13/11) di Fakultas Hukum UGM. Dia pun mengakui sering kali badan publik kalah di persidangan karena uji konsekuensi yang dibuat tidak lengkap atau terlalu sederhana. Sering kali pula terjadi kekeliruan umum, misalnya menganggap seluruh dokumen sebagai informasi yang dikecualikan, padahal yang dikecualikan hanya informasi tertentu di dalam dokumen, bukan dokumen secara keseluruhan.
“Karenanya penting dilakukan analisis mendalam, termasuk mempertimbangkan dampak pembukaan informasi, mitigasi risiko, teknis pemberian informasi, hingga alternatif pemenuhan hak publik tanpa mengorbankan kerahasiaan negara,” ujarnya. 
Dalam setiap sengketa informasi, kata Syawaluddin badan publik-lah yang wajib membuktikan bahwa penolakan informasi memiliki dasar kuat dan telah melalui uji konsekuensi yang sah. Jika bukti tidak memadai maka Komisi Informasi Publik dapat membatalkan keputusan pengecualian tersebut. “Mekanisme ini memastikan bahwa keterbukaan informasi tetap berjalan, sementara informasi yang benar-benar sensitif tetap terlindungi melalui proses yang akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Syawaluddin menuturkan salah satu peran Komisi Informasi Publik adalah menyelesaikan sengketa informasi publik. Disebutnya sengketa publik dapat terjadi jika pemohon merasa tidak puas atas jawaban diberikan badan publik, tidak ada jawaban atas keberatan, dan informasi ditolak karena dianggap “dikecualikan”. Adapun bentuk dari informasi yang dikecualikan adalah rahasia negara, rahasia pesaingan usaha, dan juga rahasia pribadi. “Meski begitu pada pasal 18, tetap ada pengecualian, misalnya jika pemilik data pribadi memberikan izin tertulis, dan jika informasi terkait jabatan publik, bukan urusan privat. Selanjutnya, melalui komisi ini setiap permohonan informasi yang diajukan masyarakat diproses secara sistematis, mulai dari registrasi perkara, pembentukan majelis komisioner, hingga pemanggilan para pihak untuk menjalani persidangan,” terangnya.
Penulis : Leony
Editor : Agung Nugroho
