![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2019/11/1411191573713382212006221-766x510.jpg)
Fakultas Geografi UGM menyelenggarakan The 3rd International Conference on Environmental Resources Management in Global Region (ICERM), Kamis (14/11).
Menghadirkan pembicara dari berbagai negara dan lebih dari 100 peneliti yang akan melakukan presentasi, konferensi ini mengangkat berbagai isu kontemporer yang berkaitan dengan ilmu geografi, salah satunya terkait perubahan iklim.
“Suka atau tidak, saat ini kita menemukan berbagai fenomena perubahan iklim. Penting bagi kita untuk mempelajari apa yang kita bisa lakukan untuk mencegah kerusakan yang lebih jauh pada 100 tahun mendatang,” tutur Dekan Fakultas Geografi UGM, Prof. Dr. rer. nat. Muh. Aris Marfa’i, M.Sc.
Konferensi ini diadakan sebagai salah satu wujud perhatian Fakultas Geografi UGM terhadap isu-isu lingkungan hidup. Tema yang diangkat pada ICERM 2019 adalah “Community Resilience and Climate Change: Interactions, Opportunities, Risks, and Challenges”.
Berbagai topik yang akan dibicarakan pada sesi keynote speech maupun presentasi di antaranya meliputi topik peralihan fungsi lahan, sumber daya alam dan manusia, pengelolaan lingkungan, bencana dan sistem peringatan dini, ketahanan pangan, mobilisasi populasi, serta kesehatan lingkungan.
Salah satu pembicara yang dihadirkan adalah Prof. Ben White, peneliti dari nternational Institute of Social Studies, Erasmus University. Pada kesempatan ini, ia mengangkat salah satu isu di bidang pertanian, di mana generasi muda kurang tertarik untuk mengembangkan desa.
“Persoalan di antara anak muda desa saat ini, mereka lebih ingin menjadi pekerja kantoran atau pekerja pabrik, tidak lagi mau menjadi petani. Ini juga menjadi aspirasi dari para orang tua di desa semenjak mereka masuk ke dalam pendidikan dasar,” ucapnya.
Pertanian, ujarnya, tidak lagi menjadi sesuatu yang menarik karena dianggap kurang menghasilkan dibandingkan dengan pekerjaan non-pertanian. Hal ini menurutnya perlu menjadi perhatian dari pemerintah, bagaimana sektor pertanian tetap berjalan, dan para petani bisa bertahan hidup dan bahkan hidup sejahtera.
“Pemerintah perlu menempatkan mereka bukan sebagai instrumen pembangunan, tetapi sebagai subjek atau aktornya,” kata Ben.
Berdasarkan penelitian yang ia lakukan di beberapa desa di Indonesia, sektor pertanian sebenarnya masih bisa menjadi sesuatu yang menarik, jika ada ketersediaan lahan, pasar produksi, serta dukungan dari sumber-sumber non-pertanian lainnya.
Menurutnya, diperlukan berbagai investasi kreatif untuk menjadikan desa menarik bagi anak-anak muda.
Selain Ben White, pembicara lain yang dihadirkan adalah Dr. Nining Wahyuningrum (BPPTP DAS Solo – KLHK) yang memberikan materi terkait distribusi vegetasi permanen sebagai indikator kesuksesan pengelolaan lahan di skala DAS, Prof. Lee Boon Thong (University of Malaya) yang membahas isu-isu dalam konstruksi spasial urban dan regional di Asia Tenggara, serta Aulia Mulki Oemar, B.Sc., M.Sc. (PT Solusi Bangun Indonesia, Tbk) yang berbicara mengenai model pendekatan sektor swasta kepada resiliensi masyarakat. (Humas UGM/Gloria)