Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat, tengah mengalami duka yang mendalam akibat bencana banjir bandang dan longsor yang terjadi di penghujung bulan November lalu. Cuaca ekstrim dengan hujan yang tak berkesudahan menelan ratusan korban jiwa. Bangunan ambruk, infrastruktur rusak, bahkan ribuan rumah warga turut terendam banjir. Hal tersebut menandakan betapa luas dampak yang ditimbulkan dari cuaca ekstrem ini.
Pakar Hidrologi UGM, Prof. Dr.-Ing. Ir. Agus Maryono menilai banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di beberapa wilayah Sumatera tersebut bukan hanya disebabkan oleh cuaca ekstrim semata, melainkan berbagai faktor seperti meteorologi, geografi, geologi, dan hidrolik. “Jika hanya karena faktor cuaca ekstrim, (dampak) banjirnya tidak sejauh itu ya, tapi ini banjirnya kan sangat luar biasa,” katanya, Rabu (3/12).
Selain bentang lahan yang juga rentan, kondisi saluran hidrolik menurutnya terjadi penyumbatan. Lalu faktor meteorologi yang ekstrim disertai adanya dampak pembalakan hutan yang menyebabkan adanya meningkatkan kapasitas run off atau limpasan air hujan di permukaan tanah.
Lebih jauh Agus menerangkan, umumnya banjir bandang terjadi akibat hujan yang sangat lebat dan ditambah longsoran tebing di sepanjang sungai menengah atau kecil. Namun bencana banjir bandang kali ini disertai kondisi hutan-hutan gundul di beberapa wilayah ditengarai menjadi penyebab kenaikan run off sehingga terjadi banjir besar. “Dipicu dengan adanya hutan yang kita lihat sudah gundul di situ, menyebabkan kenaikan run off. Selain itu dipicu juga dengan adanya longsoran atau penyumbatan-penyumbatan alamnya yang ada di situ. Sehingga itu terjadilah banjir yang besar,” terangnya.
Menurut Agus, langkah utama yang harus dilakukan oleh pemerintah atas bencana banjir saat ini adalah segera menyelesaikan masalah penanganan evakuasi korban. “Jadi tenaganya full untuk korban. Korban yang masih hidup, yang hilang itu harus segera temukan kembali,” jelasnya.
Selanjutnya, pemerintah dapat melakukan tanggap darurat untuk me-recovery semuanya, seperti membangun fasilitas publik, membangun jembatan, dan perumahan memperhatikan dampak-dampak yang terjadi.
Adapun usaha preventif yang menurut Agus harus tetap dilakukan adalah mengedepankan pembangunan ramah lingkungan, melalui penerapan ekohidrolik dapat menjadi upaya untuk mencegah terulang terjadinya bencana banjir. “Cara-cara ekohidrolik gitu. Misalnya sungai-sungai yang melebar itu ya harus ditanami dengan tanaman-tanaman yang cepat tumbuh sehingga sedimennya bisa dihentikan. Fungsinya untuk menstabilkan lereng-lereng sungai,” jelasnya.
Penulis : Salwa
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Antara
