Senyum Muh Ridho Kurniawan Saadi (21) mengembang saat mengikuti prosesi Wisuda Program Sarjana UGM di bulan November lalu. Ia begitu berbahagia bisa mengikuti prosesi Wisuda Periode I Tahun Akademik 2025/2026 karena berhasil lulus dengan menyandang berbagai predikat. Berhasil lulus dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, ia menjadi wisudawan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,94. Iapun berhasil lulus dengan masa studi 3 tahun 11 bulan 2, dan menjadikannya lulus dengan berpredikat cumlaude.
Dengan berbagai predikat yang berhasil diraih, Muh Ridho pun duduk di deretan depan diantara para lulusan, dan iapun berkesempatan menyampaikan sambutan mewakili para wisudawan. Suaranya pun terdengar sempat terbata-bata saat memberi sambutan. Diawal sambutan iapun mengajak seluruh wisudawan untuk merenung dengan apa yang telah mereka lalui. “Suatu kehormatan bagi saya untuk dapat mewakili rekan-rekan wisudawan dan wisudawati dalam menyampaikan sepatah dua patah kata pada hari yang berbahagia ini. Teman sekalian, percayakah kalian dengan ungkapan, If we can dream it, we can make it come true?,” ucapnya.
Muh Ridho yang berasal dari sebuah desa kecil di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara pun terkadang mengaku masih merasa tidak percaya dengan apa yang telah ia lalui. Apalagi ia berasal dari keluarga sederhana yang tinggal jauh dari pusat pendidikan. Sungguh layak, katanya, mensyukuri perjalanan kelulusan karena dengan keterbatasan akses yang dimiliki pada akhirnya bisa berkesempatan belajar di FEB UGM. “Saya sungguh bersyukur bisa menjaga mimpi ini hingga terwujud, dan akhirnya lulus,” ucapnya, Kamis (4/12).
Mimpi Muh Ridho tumbuh sejak ia masih menempuh pendidikan dasar di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Ia terus memupuk mimpi itu sembari membayangkan suatu saat bisa mendapatkan pendidikan tinggi terbaik. Tak surut ia memohon dan bermimpi pada akhirnya selepas lulus dari SMA kesampaian juga keinginannya. Ia berhasil diterima berkuliah Program Studi Akuntansi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM dengan dukungan beasiswa KIP-Kuliah.
“Awalnya orang tua sedikit khawatir karena mereka tidak ada gambaran menyekolahkan anaknya jauh-jauh. Saya telaten menjelaskan terkait berbagai peluang beasiswa dan berbagai peluang pendapatan lain yang bisa dapatkan seperti mengikuti lomba, kepanitiaan hingga asistensi dosen. Dari situ barulah orang tua saya bisa paham dan mengerti,” ungkapnya mengenang kembali awal-awal ketika mau kuliah di UGM.
Ridho mengaku ketertarikannya pada ilmu akuntansi tidaklah datang secara tiba-tiba. Ketertarikan itu tumbuh kuat sejak sejak duduk di bangku SMP. Minat tersebut tumbuh saat ia mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) IPS SMP dan berhasil meraih medali perunggu. Keterlibatannya dalam OSN pun terus berlanjut hingga di tingkat SMA. Bahkan ia sempat dua kali mewakili Sulawesi Tenggara dalam OSN Ekonomi tingkat SMA. “Saat mengikuti lomba nasional, saya menjadi sadar bahwa kesempatan belajar akan jauh lebih luas jika saya merantau dan sudah membayangkan pilihan ke FEB UGM,” kenangnya.
Masuk UGM, dan menjalani perkuliahan sejak tahun 2021, Ridho mengaku tidak menemukan kendala berarti. Memasuki bulan Juli 2023, ia mendapat ujian berat karena sang ibu meninggal dunia akibat sakit jantung. Ia sungguh mengalami kesedihan mendalam, karena sosok ibu baginya adalah orang yang selalu memberi kepercayaan dan memberi kekuatan disaat ia menghadapi dan menyelesaikan setiap masalah. “Telepon terakhir bersama ibu, waktu itu saya cerita telat mengumpulkan salah satu tugas Ujian Akhir Semester karena kecerobohan dalam melihat deadline ujian. Namun, ibu tetap meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja,” kenangnya.
Meski tidak mudah menghapus kesedihan, Ridho tetap berusaha menjalani perkuliahan sebaik mungkin. Berkuliah pun tetap ia jalani dengan kesungguhan, dan iapun menekankan semakin pentingnya memahami minat dan keinginan diri sendiri bukan meniru pilihan orang lain. “Dengan menekuni hal yang benar-benar disukai, proses belajar menjadi lebih menyenangkan dan hasilnya pun biasanya lebih maksimal, dan lebih penting lagi perbanyak pertemanan saat kuliah menjadi faktor penting dalam mendukung kelancaran studi,” tuturnya.
Muh Ridho Kurniawan Saadi terus menjaga mimpi. Iapun mengaku perjalanan selama kuliah bukanlah hal yang mudah. Ada banyak rintangan dan malam-malam panjang yang dilalui dipenuhi tugas-tugas hingga revisi skripsi yang seakan tiada henti. “Tapi lihatlah mimpi itu, mimpi untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai dan meraih gelar sarjana. Menjadi sarjana bukanlah akhir dari mimpi, namun justru inilah permulaan langkah mengejar mimpi-mimpi yang lain. Percayalah, if you can dream it, I believe you will and surely, you’ll make it come true,” paparnya.
Bagi Muh Ridho mimpi adalah kekuatan yang mendorong langkah seseorang dari dalam, sementara berbagai berkat dalam bermacam bentuknya diyakini menuntun perjalanan dari luar. Sebagai pemuda asal Sulawesi, ia begitu kuat memegang ungkapan yang berbunyi Kabarakatina tana Wolio, sebuah ungkapan yang mengandung ajaran dari tanah kelahirannya. “Kabarakatina tana Wolio, ini merupakan sebuah doa yang kerap diajarkan orang tua dan guru untuk diucapkan ketika menghadapi sesuatu yang penting. Ungkapan itu bermakna bersandar pada berkah agar jalan kehidupan dibukakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Ini menjadi pengingat bahwa setiap langkah manusia selalu bertumpu pada berkat,” ucap Muh Ridho.
Reportase: Kurnia Ekaptiningrum/Humas FEB
Penulis : Agung Nugroho
