
Organisasi sebagai suatu sistem senantiasa berinteraksi dengan lingkungan yang tuntutannya selalu dinamis. Di tengah perubahan yang sangat cepat, sebuah organisasi dituntut untuk berespons dengan menyesuaikan diri atau menemukan esensi sebagai sebuah organisasi autentik.
Mahasiswa program doktor Fakultas Psikologi UGM, Sus Budiharto, membangun konsep dan mengeksplorasi dinamika organisasi autentik dalam disertasinya yang berjudul “Menemukan Kesejatian: Konsep dan Dinamika Organisasi Autentik”.
“Organisasi autentik adalah organisasi yang mampu menemukan dan melestarikan nilai-nilai utama yang diyakini sejati, yang mendasari proses pengembangan organisasi, sehingga mampu beradaptasi terhadap dinamika lingkungan, serta menjadi rujukan bagi organisasi lain,” terangnya, Kamis (11/7).
Sebuah organisasi, jelasnya, menghadapi suatu lingkungan yang disebut dengan “VUCA world” yaitu lingkungan yang memiliki karakteristik volatility (cepat berubah), uncertainty (tidak pasti), complexity (komplek), dan ambiguity (tidak jelas).
Simpulan tentang konsep organisasi autentik ia peroleh setelah melakukan kajian pendahuluan terhadap 126 pegawai di salah satu perguruan tinggi tertua asli Indonesia (PT A). Kajian tersebut menunjukkan bahwa para anggota organisasi memutuskan tetap bekerja pada organisasinya karena merasa bahagia dan menemukan cinta.
“Perasaan tersebut dipengaruhi oleh kesediaan partisipan untuk bersyukur, beribadah, belajar, dan silaturrahim sebagai sikap dan perilaku yang autentik dalam organisasi,” imbuh pengajar di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia ini.
Lebih lanjut ia menjelaskan, organisasi autentik memiliki empat faktor, yaitu truthfulness (kejujuran), resilience (ketangguhan), uncertainty friendly (keramahan terhadap ketidakpastian), dan eminence (keunggulan), yang disingkat sebagai “TRUE”. Organisasi autentik bukanlah organisasi yang tidak konsisten, sewenang-wenang, peniru, dan menyimpang.
Semua elemen dalam organisasi ini, ujarnya, memiliki keinginan tulus untuk saling bekerja sama dalam semangat kejujuran, ketangguhan, keramahan terhadap ketidakpastian, dan keunggulan dari waktu ke waktu.
Dari penelitian dan pembahasan terkait Perguruan Tinggi A, diketahui bahwa perjalanan kehidupan organisasi tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam lima fase, yaitu fase formasi, transisi, modernisasi, transformasi, dan fase autentifikasi.
“Ditemukan indikator-indikator yang menunjukkan organisasi autentik, yaitu ibadah dan perjuangan sebagai nilai utama yang mendasari kualitas pengembangan organisasi untuk beradaptasi dalam dinamika perubahan lingkungan melalui kerja sama yang menghasilkan keberkahan, sehingga menginspirasi dan menjadi rujukan bagi organisasi lain,” paparnya. (Humas UGM/Gloria)