YOGYAKARTA (KU) – Budidaya ikan dan unggas sangat potensial sebagai usaha untuk mengentaskan persoalan kemiskinan di daerah pedesaan. Kemiskinan saat ini cenderung mempengaruhi penduduk pedesaan daripada perkotaan. "Ternak merupakan aset yang besar bagi masyarakat miskin. Karena itu, pemerintah sebaiknya melirik potensi lain selain memberi bantuan ternak sapi," kata Dekan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Prof. Dr. drh. Bambang Sumiarto, M.Sc., dalam diskusi panel "Memperkuat Dasar Sistem Kesehatan Hewan dan Sistem Masyarakat Veteriner Indonesia", Sabtu (18/9), di Auditoirium FKH.
Bambang menyebutkan angka kemiskinan saat ini cukup tinggi, yakni sekitar 40 juta orang atau 16,82 persen dari jumlah penduduk. Untuk mengatasi hal tersebut, pengembangan peternakan berbasis sumber daya lokal dirasakan sangat penting untuk mencukupi pangan hewani dan meningkatkan kesejahteraan para peternak. "Program penanggulangan kemiskinan melalui sektor peternakan sangat penting. Paling tidak, membantu menurunkan persentase angka kemiskinan," ujarnya.
Dikatakan Bambang bahwa optimalisasi program budidaya ternak selain sapi ini diharapkan mampu mendukung target pemerintah untuk mencapai swasembada daging tahun 2014. Kendati begitu, ia masih khawatir program ini akan sulit terealisasi bila dananya masih sangat minim.
Sementara itu, Inspektur IV Itjen Kementerian Pertanian, drh. Prabowo Respatiyo Caturroso, mengatakan sekitar 60,45 % penduduk hidup di sektor pertanian, termasuk peternakan. Jika potensi pertanian ini dioptimalkan, sangat mungkin Indonesia akan menjadi andalan dunia dalam pengadaan pangan. Akan tetapi, sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia menghadapi tingkat daya beli sebagian masyarakat yang masih sangat rendah. Akibatnya, sangat riskan terjadi kerawanan pangan nasional yang dapat mengganggu ketahanan dan stabilitas nasional. "Kita masih sangat tergantung impor beberapa komoditi pangan, khususnya ternak besar dan daging, yang sangat riskan terhadap kehidupan ekonomi, politik, dan kemanan nasional," imbuhnya.
Selanjutnya, Prof. drh. Soeripto dari Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor lebih banyak menyoroti optimalisasi sistem kesehatan hewan nasional melalui pelayanan, pencegahan, pengobatan, dan pengendalian penyakit hewan. Menurutnya, penerapan sistem kesehatan hewan nasional yang efektif diharapkan dapat mengantisipasi timbulnya wabah penyakit hewan dan penularannya ke manusia (zoonosis). Ia menyebutkan beberapa penyakit zoonotik yang kini terus mengancam kesehatan manusia, antara lain brucellosis, rabies, avian influenza, dan hydatid disease. "Penanganan wabah penyakit menular dapat berhasil dengan baik apabila melibatkan berbagai institusi, pakar, dan disiplin ilmu yang lain," terangnya.
Diskusi yang dilaksanakan dalam rangka perayaan delapan windu FKH UGM ini juga menghadirkan beberapa pembicara lain, di antaranya drh. Djoko Pranowo, drh. Setyawan Budiharta, drh. Ronny Wudigdo, drh. Sri Dadi Wiryosuhanto, dan drh. Budi Tri Akoso. (Humas UGM/Gusti Grehenson)